SubjekPajak
1.
Mempertegas
pengertian Bentuk Usaha Tetap khususnya untuk bidang usaha pertambangan Migas
yang menganut ring-fencing policy. Hal
tersebut sejalan dengan ketentuan dalam Undang-undang Migas yang mengatur bahwa
setiap wilayah kerja pertambangan harus Dikelola oleh sebuah badan hukum.
2.
Memperluas pengertian Bentuk Usaha Tetap
sehingga meliputi gudang. Perubahan ini untuk memperluas hak pemajakan dengan
menegaskan bahwa gudang yang dimiliki Wajib Pajak (WP) luar negeri merupakan Bentuk Usaha Tetap.
3.
Memperluas pengertian Bentuk Usaha Tetap
meliputi, dedicated server/peralatan elektronik menjalankan usaha secara
elektronis. Hal ini untuk memperluas hak pemajakan atas penghasilan WP luar negeri
yang bersumber dari Indonesia
yang diperoleh melalui kegiatan usaha atau transaksi secara on-line/internet
4.
Pemungutan
Pajak Penghasilan Pasal 22 terhadap WP yang melakukan
pembelian barang yang tergolong sangat mewah.
5.
Setiap WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
yang mempunyai tempat usaha yang berbeda dengan domisili WP, selain wajib memiliki Nomor Pokok WP
domisili juga wajib mempunyai Nomor Pokok WP lokasi. Ketentuan ini untuk
mencegah WP yang berusaha mengindari pembayaran pajak dengan cara berpindah-pindah
tempat usaha.
6.
Perlakuan perpajakan terhadap Kontrak Investasi Kolektif (KIK)
disamakan dengan firma/kongsi.
Objek
Pajak :
a)
Transaksi derivatif tertentu yang
diperdagangkan di bursa dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat khusus
berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2). Ketentuan ini untuk memberikan kemudahan
administrasi dan kesederhanaan.
Dividen yang diterima oleh WP orang pribadi dikenakan PPh yang bersifat khusus berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) sebesar 15% final. Ketentuan ini memberikan insentif keringanan PPh atas dividen dan kesederhanaan administrasi bagi WP dan DJP. Selain itu, hal ini juga untuk mendorong perusahaan agar mendistribusikan penghasilannya kepada para pemegangsaham.
Dividen yang diterima oleh WP orang pribadi dikenakan PPh yang bersifat khusus berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) sebesar 15% final. Ketentuan ini memberikan insentif keringanan PPh atas dividen dan kesederhanaan administrasi bagi WP dan DJP. Selain itu, hal ini juga untuk mendorong perusahaan agar mendistribusikan penghasilannya kepada para pemegangsaham.
b)
Bunga dari Surat Utang Negara (SUN)
yang diperdagangkan di bursa dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 20% yang
bersifat final (Pasal 4 ayat (2)). Ketentuan ini untuk menegaskan perlakuan
yang sama dengan bunga dari obligasi.
c)
Surplus Bank Indonesia merupakan sebagai objek
pajak
d)
Sisa lebih yang diterima atau diperoleh
lembaga atau badan nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan formal dan
atau bidang penelitian dan pengembangan, yang ditanamkan kembali paling lama dalam jangka waktu 4
(empat) tahun dikecualikan sebagai Objek Pajak yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.
e)
Memperluas pengertian pengalihan harta
sebagai objek pajak sehingga mencakup penghasilan yang diterima atau diperoleh
dari pengalihan hak /interest di bidang pertambangan termasuk Panas Bumi
(capital gain dari farm in farm out).
f)
Bunga obligasi yang diterima atau
diperoleh perusahaan reksadana merupakan objek pajak (penghapusan Pasal 4 ayat
(3) huruf j).
g)
Penegasan pengertian royalti sehingga
mencakup pembayaran atas hak siar, penggunaan bandwith, dan hak lain. Ketentuan
ini untuk memberikan dasar hukum yang lebih kuat dalam hal pengenaan Pajak
Penghasilan Pasal 26 atas berbagai jenis pembayaran royalti yang selama ini
belum diatur secara tegas.
h)
Penghitungan pemotongan Pajak
Penghasilan atas bunga didasarkan pada saat pembayaran atau pada saat jatuh
tempo.
i)
Bagian laba yang diterima atau
diperoleh pemegang unit penyertaan Kontrak Investasi Kolektif dikecualikan sebagai objek pajak.
j)
Beasiswa yang memenuhi persyaratan
tertentu yang ketentuannya diatur oleh Menteri Keuangan dikecualikan sebagai
objek pajak.
k)
Bantuan atau santunan yang diterima
dari BPJS bukan merupakan Objek Pajak, yang ketentuannya lebih lanjut diatur
dengan Keputusan Menteri Keuangan.
l)
Imbalan bunga sehubungan dengan
keputusan keberatan dan keputusan banding merupakan objek pajak.
Pengurang
Penghasilan Bruto
1)
Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan
beasiswa yang diberikan kepada WP tertentu (misalnya pelajar, mahasiswa) dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto. Ketentuan ini ditujukan mendukung program pemerintah
dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan.
2)
Pembentukan Dana Cadangan Piutang Tak
Tertagih juga diperkenankan bagi badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa
guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, perusahaan anjak
piutang, cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) dan Cadangan Penjaminan yang dibentuk oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
3)
Sumbangan dalam rangka penanggulangan
bencana nasional yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dapat dibiayakan.
Untuk mendorong semangat kebersamaan dan sikap saling tolong menolong.
4)
Biaya pembangunan infrastruktur sosial
yang pengaturannya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dapat dibiayakan.
5)
Sumbangan dalam rangka penelitian dan
pengembangan yang dilakukan di Indonesia
yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dapat dibiayakan;
6)
Biaya pembangunan infrastruktur sosial
yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dapat biayakan.
7)
Sumbangan fasilitas pendidikan yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dapat dibiayakan.
8)
Menaikkan Besarnya Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP)
9)
Seiring dengan perkembangan
perekonomian, besarnya jumlah PTKP perlu dinaikkan sehingga menjadi sebagai
berikut:
Rp12.000.000,00 untuk diri WP orang pribadi.
Rp1.200.000,00 untuk WP kawin.
Rp12.000.000,00 untuk Istri berusaha.
Rp1.200.000,00 untuk setiap tanggungan (maksimum dengan 3 (tiga) tanggungan = Rp16.800.000,00/tahun).
Rp12.000.000,00 untuk diri WP orang pribadi.
Rp1.200.000,00 untuk WP kawin.
Rp12.000.000,00 untuk Istri berusaha.
Rp1.200.000,00 untuk setiap tanggungan (maksimum dengan 3 (tiga) tanggungan = Rp16.800.000,00/tahun).
10)
Peningkatan besarnya PTKP ini ditujukan
untuk: Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah dapat dibiayakan. Untuk mendorong semangat
kebersamaan dan sikap saling tolong menolong. Peningkatan
11)
besarnya PTKP ini ditujukan untuk: Menyesuaikan
dengan kebutuhan hidup yang semakin
meningkat; Menampung ketentuan Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah
atas penghasilan pekerja (saat ini diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor
47/2003) yang akan dihapus ketika UU ini berlaku.
12)
Biaya pembangunan infrastruktur sosial
yang pengaturannya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dapat dibiayakan.
13)
Sumbangan dalam rangka penelitian dan
pengembangan yang dilakukan di Indonesia
yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dapat dibiayakan;
14)
Biaya pembangunan infrastruktur sosial
yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dapat biayakan.
15)
Sumbangan fasilitas pendidikan yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dapat dibiayakan.
Norma
Penghitungan
1)
Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan
Cara Lain dalam Menghitung Peredaran Bruto :
WP orang pribadi yang memenuhi kriteria jumlah peredaran bruto dalam satu tahun kurang dari Rp1,8 milyar, dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
WP orang pribadi yang memenuhi kriteria jumlah peredaran bruto dalam satu tahun kurang dari Rp1,8 milyar, dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
2)
WP yang tidak memenuhi ketentuan Pasal
28 dan/atau Pasal 29 UU KUP serta tidak memenuhi kewajiban sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (5), penghasilan netonya dihitung dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan peredaran brutonya dihitung
dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Tarif
Pajak
Untuk mendorong investasi dan menyesuaikan dengan perkembangan tarif pajak di negara-negara tetangga, lapisan tarif PPh orang pribadi disederhanakan dan ditetapkan tarif tunggal bagi WP badan sehingga tarif PPh Pasal 17 diusulkan menjadi sebagai berikut:
a. Tarif Umum yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) WP orang pribadi:
Untuk mendorong investasi dan menyesuaikan dengan perkembangan tarif pajak di negara-negara tetangga, lapisan tarif PPh orang pribadi disederhanakan dan ditetapkan tarif tunggal bagi WP badan sehingga tarif PPh Pasal 17 diusulkan menjadi sebagai berikut:
a. Tarif Umum yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) WP orang pribadi:
Lapisan Penghasilan Tarif Sampai denganRp50.000.000,00
5%
Di atas Rp50.000.000,00 - s.d. Rp100.000.000,00 15%
Di atas Rp100.000.000,00 - s.d. Rp200.000.000,00
25%
Di atas Rp200.000.000,00 35%
Tarif tertinggi diturunkan menjadi 33% pada tahun
pajak 2007
dan menjadi 30% pada tahun 2010.
b. Tarif Umum yang diterapkan atas Penghasilan Kena
Pajak (PKP) WP badan adalah tarif tunggal, yaitu sebesar 30%. Tarif ini turun
menjadi 28% pada pajak 2007 dan menjadi 25% pada tahun 2010.
Ketentuan Penghindaran Pajak
Ketentuan Penghindaran Pajak
1)
WP yang melakukan pembelian saham atau
aktiva perusahaan melalui pihak lain atau badan yang dibentuk untuk maksud
demikian (Special Purpose Company), dapat ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnya melakukan pembelian
tersebut sepanjang WP yang bersangkutan mempunyai hubungan istimewa dengan
pihak lain atau badan tersebut dan terdapat ketidakwajaran penetapan harga;
2)
Penjualan atau pengalihan saham
perusahaan antara (Conduit Company atau Special Purpose Company) yang didirikan
atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak (Tax
Haven Country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia dapat
ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan saham badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia;
3)
Besarnya penghasilan yang diperoleh WP
orang pribadi dalam negeri dari pemberi kerja yangmemiliki hubungan istimewa
dengan perusahaan lain yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia dapat ditentukan kembali, dalam hal pemberi kerja mengalihkan seluruh
atau sebagian penghasilan WP orang pribadi dalam negeri tersebut ke dalam
bentuk biaya atau pengeluaran lainnya
yang dibayarkan kepada perusahaan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia tersebut.
Pasal
21
a. Tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk WP yang tidak ber-NPWP lebih besar 20% dari tarif bagi WP yang ber-NPWP.
a. Tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk WP yang tidak ber-NPWP lebih besar 20% dari tarif bagi WP yang ber-NPWP.
b. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Pasal 21 ditiadakan, SPT Masa BulanDesember menggantikan SPT Tahunan.
Pasal 22
a. Tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 22 untuk WP yang tidak ber-NPWP lebih besar 100% dari tarif bagi WP yang ber-NPWP.
b. WP yang membeli barang tergolong sangat mewah dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan.
Pasal
23
a. Tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 dibedakan sehingga menjadi
* 15% untuk WP ber-NPW
* 30% untuk WP yang tidak ber-NPWP.
a. Tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 dibedakan sehingga menjadi
* 15% untuk WP ber-NPW
* 30% untuk WP yang tidak ber-NPWP.
Mempertegas definisi saat terutang pada penjelasan Pasal 23 ayat (1) yaitu pada saat jatuh tempo. Penghasilan yang diterima oleh jasa keuangan yang dilakukan oleh bank dan jasa yang sama yang dilakukan oleh WP bukan bank yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan tidak dipotong Pajak Penghasilan, tetapi pembayaran pajaknya melalui angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25. (Pasal 23 (4) a).
Pasal 26
1.
memperluas Objek Pajak PPh Pasal 26
meliputi penghasilan berupa pembebasan utang
2.
Premi Swap bukan merupakan bunga
peminjaman uang, akan tetapi merupakan Objek Pajak Penghasilan Pasal 26 dengan
kelompok tersendiri.
3.
Memperluas cakupan Pasal 26 ayat (2)
yang sebelumnya hanya mengatur penghasilan dari penjualan harta menjadi
penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta.
4.
Penghasilan dari pengalihan saham
perusahaan antara (conduit/ dummy company) yang didirikan atau berkedudukan di
negara yang memberikan perlindungan pajak (tax haven country) yang memiliki
hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia
atau bentuk usaha tetap di Indonesia, yang diperoleh WP luar negeri dipotong
Pajak Penghasilan Pasal 26 (Pasal 26 ayat (2a).
Pasal 25
1)
Pembayaran angsuran Pajak Penghasilan
Pasal 25 untuk perusahaan masuk bursa (gopublic) dan perusahaan yang diwajibkan
membuat laporan triwulanan mengikuti laporan triwulanannya.
2)
Setiap gerai (outlet) usaha dari WP
orang pribadi pengusaha tertentu wajib membayar angsuran Pajak Penghasilan
Pasal 25 untuk masing-masing gerai. Juga bagi WP orang pribadi pengusaha
tertentu yang hanya memiliki satu gerai (outlet) yang lokasinya berbeda dari
domisilinya.
3)
Ketentuan pembayaran Fiskal Luar Negeri
bagi WP orang pribadi yang akan berangkat ke luar negeri dihapuskan pada 2010.
Pasal
29
Kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan.
Fasilitas Pajak
Kepada WP yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan atas di daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional, dapat diberikan fasilitas perpajakan.
Kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan.
Fasilitas Pajak
Kepada WP yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan atas di daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional, dapat diberikan fasilitas perpajakan.
§
Menghapus Pasal 31B tentang fasilitas
pajak dalam rangka restrukturisasi melalui Prakarsa Jakarta karena fasilitas
tersebut telah berakhir pada 2002.
§
Ketentuan Bagi Hasil PPh Pasal 21 dan
WP orang pribadi dalam negeri (Pasal 31C ayat (2)) dihapus
§
Ketentuan perpajakan bagi bidang usaha
pertambangan minyak dan gas bumi, bidang usaha panas bumi, bidang usaha
pertambangan umum termasuk batubara dan bidang usaha berbasis syariah diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
§
Untuk mengembangkan usaha mikro, kecil
dan menengah dapat diberikan fasilitas perpajakan khusus yang diatur dengan
Peraturan Pemerintah