Friday, 2 March 2012

PPH : PERUBAHAN


SubjekPajak
1.    Mempertegas pengertian Bentuk Usaha Tetap khususnya untuk bidang usaha pertambangan Migas yang menganut ring-fencing policy.  Hal tersebut sejalan dengan ketentuan dalam Undang-undang Migas yang mengatur bahwa setiap wilayah kerja pertambangan harus Dikelola oleh sebuah badan hukum.
2.    Memperluas pengertian Bentuk Usaha Tetap sehingga meliputi gudang. Perubahan ini untuk memperluas hak pemajakan dengan menegaskan bahwa gudang yang dimiliki Wajib Pajak  (WP) luar negeri merupakan Bentuk Usaha Tetap.
3.    Memperluas pengertian Bentuk Usaha Tetap meliputi, dedicated server/peralatan elektronik menjalankan usaha secara elektronis. Hal ini untuk memperluas hak pemajakan atas penghasilan WP luar negeri yang bersumber dari Indonesia yang diperoleh melalui kegiatan usaha atau transaksi secara on-line/internet

4.    Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 terhadap WP yang melakukan pembelian barang yang tergolong sangat mewah.

5.    Setiap WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang mempunyai tempat usaha yang berbeda dengan domisili WP, selain wajib memiliki Nomor Pokok WP domisili juga wajib mempunyai Nomor Pokok WP lokasi. Ketentuan ini untuk mencegah WP yang berusaha mengindari pembayaran pajak dengan cara berpindah-pindah tempat usaha.

6.    Perlakuan perpajakan terhadap Kontrak Investasi Kolektif (KIK) disamakan dengan firma/kongsi.


Objek Pajak :
a)    Transaksi derivatif tertentu yang diperdagangkan di bursa dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat khusus berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2). Ketentuan ini untuk memberikan kemudahan administrasi dan kesederhanaan.
Dividen yang diterima oleh WP orang pribadi dikenakan PPh yang bersifat khusus berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) sebesar 15% final. Ketentuan ini memberikan insentif keringanan PPh atas dividen dan kesederhanaan administrasi bagi WP dan DJP. Selain itu, hal ini juga untuk mendorong perusahaan agar mendistribusikan penghasilannya kepada para pemegangsaham.

b)    Bunga dari Surat Utang Negara (SUN) yang diperdagangkan di bursa dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 20% yang bersifat final (Pasal 4 ayat (2)). Ketentuan ini untuk menegaskan perlakuan yang sama dengan bunga dari obligasi.

c)    Surplus Bank Indonesia merupakan sebagai objek pajak

d)    Sisa lebih yang diterima atau diperoleh lembaga atau badan nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan formal dan atau bidang penelitian dan pengembangan, yang ditanamkan  kembali paling lama dalam jangka waktu 4 (empat) tahun dikecualikan sebagai Objek Pajak yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.

e)    Memperluas pengertian pengalihan harta sebagai objek pajak sehingga mencakup penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pengalihan hak /interest di bidang pertambangan termasuk Panas Bumi (capital gain dari farm in farm out).

f)      Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana merupakan objek pajak (penghapusan Pasal 4 ayat (3) huruf j).

g)    Penegasan pengertian royalti sehingga mencakup pembayaran atas hak siar, penggunaan bandwith, dan hak lain. Ketentuan ini untuk memberikan dasar hukum yang lebih kuat dalam hal pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas berbagai jenis pembayaran royalti yang selama ini belum diatur secara tegas.

h)    Penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan atas bunga didasarkan pada saat pembayaran atau pada saat jatuh tempo.

i)       Bagian laba yang diterima atau diperoleh pemegang unit penyertaan Kontrak Investasi Kolektif  dikecualikan sebagai objek pajak.

j)       Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur oleh Menteri Keuangan dikecualikan sebagai objek pajak.

k)     Bantuan atau santunan yang diterima dari BPJS bukan merupakan Objek Pajak, yang ketentuannya lebih lanjut diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.

l)       Imbalan bunga sehubungan dengan keputusan keberatan dan keputusan banding merupakan objek pajak.

Pengurang Penghasilan Bruto
1)    Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan beasiswa yang diberikan kepada WP tertentu (misalnya pelajar, mahasiswa) dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Ketentuan ini ditujukan mendukung program pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan.

2)    Pembentukan Dana Cadangan Piutang Tak Tertagih juga diperkenankan bagi badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, perusahaan anjak piutang, cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan Cadangan Penjaminan yang dibentuk oleh  Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

3)    Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dapat dibiayakan. Untuk mendorong semangat kebersamaan dan sikap saling tolong menolong.

4)    Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang pengaturannya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dapat dibiayakan.


5)    Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dapat dibiayakan;

6)    Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dapat biayakan.

7)    Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dapat dibiayakan.

8)    Menaikkan Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)


9)    Seiring dengan perkembangan perekonomian, besarnya jumlah PTKP perlu dinaikkan sehingga menjadi sebagai berikut:
Rp12.000.000,00 untuk diri WP orang pribadi.
Rp1.200.000,00 untuk WP kawin.
Rp12.000.000,00 untuk Istri berusaha.
Rp1.200.000,00 untuk setiap tanggungan (maksimum dengan 3 (tiga) tanggungan = Rp16.800.000,00/tahun).

10)          Peningkatan besarnya PTKP ini ditujukan untuk: Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dapat dibiayakan. Untuk mendorong semangat kebersamaan dan sikap saling tolong menolong. Peningkatan

11)          besarnya PTKP ini ditujukan untuk: Menyesuaikan dengan kebutuhan hidup yang semakin  meningkat; Menampung ketentuan Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah atas penghasilan pekerja (saat ini diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47/2003) yang akan dihapus ketika UU ini berlaku.

12)          Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang pengaturannya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dapat dibiayakan.

13)          Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dapat dibiayakan;


14)          Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dapat biayakan.

15)          Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dapat dibiayakan.
 

Norma Penghitungan
1)    Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Cara Lain dalam Menghitung Peredaran Bruto :
WP orang pribadi yang memenuhi kriteria jumlah peredaran bruto dalam satu tahun kurang  dari Rp1,8 milyar, dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
2)    WP yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 28 dan/atau Pasal 29 UU KUP serta tidak memenuhi kewajiban sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (5), penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan peredaran brutonya dihitung dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Tarif Pajak
Untuk mendorong investasi dan menyesuaikan dengan perkembangan tarif pajak di negara-negara tetangga, lapisan tarif PPh orang pribadi disederhanakan dan ditetapkan tarif tunggal bagi WP badan sehingga tarif PPh Pasal 17 diusulkan menjadi sebagai berikut:
a. Tarif Umum yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) WP orang pribadi:
Lapisan Penghasilan Tarif Sampai denganRp50.000.000,00 5%
Di atas Rp50.000.000,00 - s.d. Rp100.000.000,00 15%
Di atas Rp100.000.000,00 - s.d. Rp200.000.000,00 25%
Di atas Rp200.000.000,00 35%
Tarif tertinggi diturunkan menjadi 33% pada tahun pajak 2007
dan menjadi 30% pada tahun 2010.

b. Tarif Umum yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) WP badan adalah tarif tunggal, yaitu sebesar 30%. Tarif ini turun menjadi 28% pada pajak 2007 dan menjadi 25% pada tahun 2010.

Ketentuan Penghindaran Pajak
1)    WP yang melakukan pembelian saham atau aktiva perusahaan melalui pihak lain atau badan yang dibentuk untuk maksud demikian (Special Purpose Company), dapat ditetapkan sebagai  pihak yang sebenarnya melakukan pembelian tersebut sepanjang WP yang bersangkutan mempunyai hubungan istimewa dengan pihak lain atau badan tersebut dan terdapat ketidakwajaran penetapan harga;

2)    Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (Conduit Company atau Special Purpose Company) yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak (Tax Haven Country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia dapat ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan saham badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia;

3)    Besarnya penghasilan yang diperoleh WP orang pribadi dalam negeri dari pemberi kerja yangmemiliki hubungan istimewa dengan perusahaan lain yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia dapat ditentukan kembali, dalam hal pemberi kerja mengalihkan seluruh atau sebagian penghasilan WP orang pribadi dalam negeri tersebut ke dalam bentuk  biaya atau pengeluaran lainnya yang dibayarkan kepada perusahaan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tersebut.




Pasal 21
a. Tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk WP yang tidak ber-NPWP lebih besar  20% dari tarif bagi WP yang ber-NPWP.

b. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Pasal 21 ditiadakan, SPT Masa BulanDesember menggantikan SPT Tahunan.

Pasal 22
a. Tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 22 untuk WP yang tidak ber-NPWP lebih besar 100% dari tarif bagi WP yang ber-NPWP.

b. WP yang membeli barang tergolong sangat mewah dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan.

Pasal 23
a. Tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 dibedakan sehingga menjadi
* 15% untuk WP ber-NPW
* 30% untuk WP yang tidak ber-NPWP.

Mempertegas definisi saat terutang pada penjelasan Pasal 23 ayat (1) yaitu pada saat jatuh tempo. Penghasilan yang diterima oleh jasa keuangan yang dilakukan oleh bank dan jasa yang sama yang dilakukan oleh WP bukan bank yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan tidak dipotong Pajak Penghasilan, tetapi pembayaran pajaknya melalui angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25. (Pasal 23 (4) a).

Pasal 26
1.    memperluas Objek Pajak PPh Pasal 26 meliputi penghasilan berupa pembebasan utang
2.    Premi Swap bukan merupakan bunga peminjaman uang, akan tetapi merupakan Objek Pajak Penghasilan Pasal 26 dengan kelompok tersendiri.
3.    Memperluas cakupan Pasal 26 ayat (2) yang sebelumnya hanya mengatur penghasilan dari penjualan harta menjadi penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta.
4.    Penghasilan dari pengalihan saham perusahaan antara (conduit/ dummy company) yang didirikan atau berkedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak (tax haven country) yang memiliki hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia, yang diperoleh WP luar negeri dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 (Pasal 26 ayat (2a).

  Pasal 25
1)    Pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk perusahaan masuk bursa (gopublic) dan perusahaan yang diwajibkan membuat laporan triwulanan mengikuti laporan triwulanannya.

2)    Setiap gerai (outlet) usaha dari WP orang pribadi pengusaha tertentu wajib membayar angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk masing-masing gerai. Juga bagi WP orang pribadi pengusaha tertentu yang hanya memiliki satu gerai (outlet) yang lokasinya berbeda dari domisilinya.

3)    Ketentuan pembayaran Fiskal Luar Negeri bagi WP orang pribadi yang akan berangkat ke luar negeri dihapuskan pada 2010.

Pasal 29
Kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan.

Fasilitas Pajak
Kepada WP yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan atas di daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional, dapat  diberikan fasilitas perpajakan.
§        Menghapus Pasal 31B tentang fasilitas pajak dalam rangka restrukturisasi melalui Prakarsa Jakarta karena fasilitas tersebut telah berakhir pada 2002.
§        Ketentuan Bagi Hasil PPh Pasal 21 dan WP orang pribadi dalam negeri (Pasal 31C ayat (2)) dihapus
§        Ketentuan perpajakan bagi bidang usaha pertambangan minyak dan gas bumi, bidang usaha panas bumi, bidang usaha pertambangan umum termasuk batubara dan bidang usaha berbasis syariah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
§        Untuk mengembangkan usaha mikro, kecil dan menengah dapat diberikan fasilitas perpajakan khusus yang diatur dengan Peraturan Pemerintah

No comments:

Post a Comment