Monday, 23 November 2015

Dasar Perpajakan



Dasar Dasar Perpajakan

Definisi menurut Prof. Rochmat Soemitro SH:
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran Umum.
Unsur Unsur pajak ;
  1. Iuran rakyat kepada negara,yang berhak memungut pajak adalah negara, iuran berupa uang bukan barang.
  2. Berdasarkan undang-undang, pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
  3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara secara langsung dapat ditunjuk, dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
  4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Ada beberapa fungsi pajak yaitu:
  • Fungsi pajak yang pertama adalah sebagai fungsi anggaran atau penerimaan (budgetair): pajak merupakan salah satu sumber dana yang digunakan pemerintah dan bermanfaat untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran. Penerimaan negara dari sektor perpajakan dimasukkan ke dalam komponen penerimaan dalam negeri pada APBN.
  • Fungsi pajak yang kedua adalah sebagai fungsi  mengatur (regulerend) : pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contohnya adalah pengenaan pajak yang lebih tinggi kepada barang mewah dan minuman keras.
  • Fungsi pajak yang ketiga adalah sebagai fungsi stabilitas : pajak sebagai penerimaan negara dapat digunakan untuk menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah. Contohnya adalah kebijakan stabilitas harga dengan tujuan untuk menekan inflasi dengan cara mengatur peredaran uang di masyarakat lewat pemungutan dan penggunaan pajak yang lebih efisien dan efektif.
  • Fungsi pajak yang keempat adalah fungsi redistribusi pendapatan : penerimaan negara dari pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan pembangunan nasional sehingga dapat membuka kesempatan kerja dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
Pengelompokan Pajak
Menurut Golongannya
  • Pajak langsung adalah pajak yang harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak tanpa hak pelimpahan. Contohnya Pajak Penghasilan.
  • Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnyadapat dibebankan atau dilimpahkan pada orang lain. Contohnya Pajak Pertambahan Nilai.


Menurut Sifatnya
  • Pajak Subjektif adalah pajak yag berpangkal atau berdsarkan pada subjeknya, dengan artian memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : pajak Penghasilan.
  • Pajak Objektif adalah pajak yang hanya memperhaikan objek tanpa memperhatikan wajib pajak. Contoh: Pajak Pertambahan nilai dan Pajak penjualan berang mewah.
Menurut Lembaga Pemungutnya
  • Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan dipergunakan untuk rumah tangga negara. Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan barang meah, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Materai.
  • Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan dipergunakan untuk membiayai pemerintah daerah. Pajak daerah terdiri atas:
  1. Pajak Provinsi Contoh Pajak kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor
  2. Pajak Kabupaten/kota contoh Pajak hotel, restoran, hiburan.
Tata Cara Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :
1. Stelsel Pajak
a. Stelsel Nyata
Pengenaan Pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), pemungutan dilakukan pada akhir tahun pajak setelah penghasilan sesungguhnya diketahui. Pajak lebih realistis tapi baru dapat dikenakan di akhir periode.
b. Stelsel Anggapan (Fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur Undang-Undang. Tanpa menunggu akhir tahun dan tidak berdasarkan keadaan sesungguhnya.
c. Stelsel Campuran
Merupakan kombinasi antara stelsel Nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun dihitung berdasarkan anggapan dan akhir tahun disesuaikan dengan keadaan yang sebebnarnya.

2. Asas Pemungutan Pajak

a. Asas Domisili
Negara berhak untuk mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak diwilayahnya baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. asas ini berlaku bagi wajib pajak dalam negeri.

b. Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
c. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.



3. Sistem Pemungutan Pajak

a. Official Assesment system
adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (FISKUS) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
ciri-cirinya :
  1. wewenang untuk menentukan besarya pajak terutang ada pada fiskus
  2. wajib pajak bersifat pasif
  3. utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus
b. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
ciri-cirinya adalah :
  1. wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri
  2. wajib pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
  3. fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c. With Holding System
adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
ciri-cirinya wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga pihak selain fiskus dan wajib pajak.

Hambatan Pemungutan pajak  
Realita pemungutan pajak pasti akan menemui berbagai hambatan. Bagi sebagian orang dan pelaku dunia usaha, pajak merupakan sebuah beban yang akan mengurangi pendapatan mereka. Penghindaran dan perlawanan terhadap pemungutan pajak merupakan suatu bentuk hambatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas Negara. Bentuk perlawanan terhadap pajak terdiri dari dua yaitu perlawanan aktif dan perlawanan pasif.
1.  Perlawanan Pasif
Perlawanan terhadap pajak berarti melibatkan para wajib pajak. Tapi untuk perlawanan pasif, adalah perlawanan yang inisiatifnya atau bukan kemauan dan usaha dari para wajib pajak itu sendiri. Perlawanan pasif ini disebabkan oleh struktur ekonomi, perkembangan moral dan intelektual penduduk, dan teknik pemungutan pajak itu sendiri. 
·         Struktur Ekonomi
Struktur eknonomi suatu Negara mempengaruhi pemungutan pajak di Negara tersebut. Hal ini terkait dengan penghitungan sendiri pendapatan netto oleh wajib pajak sendiri. Contohnya pajak penghasilan yang diterapkan pada masyarakat agraris. Dalam hal ini, wajib pajak harus menghitung sendiri. Namun, menghitung pendapatan netto akan sangat sulit dilakukan oleh masyarakat agraris. Karena itu, timbullah perlawanan pasif terhadap pajak.
·         Perkembangan moral dan intelektual penduduk
Yaitu perlawanan pasif yang timbul dari lemahnya system kontrol yang dilakukan oleh fiskus ataupun karena objek dari pajak itu sendiri yang sulit untuk dikontrol. Contohnya di Belgia terdapat pajak yang dikenakan terhadap permata. Dikarenakan ukuran permata yang kecil dan sulit dikontrol keberadaannya maka bisa saja pemilik permata ini menyembunyikannya agar terhindar dari pengenaan pajak.
·         teknik pemungutan pajak itu sendiri
cara perhitungan pajak yang rumit dan memerlukan pengisian formulir yang rumit menyebabkan adanya penghindaran pajak, prosedur yang berbelit-belit dan menyulitkan wajib pajak dan membuka celah untuk negosiasi antara petugas dan pembayar pajak juga dapat mengakibatkan adanya penghindaran pajak
.
2.       Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif adalah perlawanan yang inisiatifnya berasal dari wajib pajak itu sendiri. Hal ini merupakan usaha yang secara langsung dan bertujuan untuk menghindari pajak atau mengurangi kewajiban pajak yang seharusnya dibayar. Perlawanan aktif terhadap pajak ada 3 cara, yaitu:
·       Penghindaran Pajak  (Tax Avoidance)
Penghindaran yang dilakukan wajib pajak masih dalam kerangka peraturan perpajakan. Penghindaran pajak terjadi sebelum SKP keluar. Dalam penghindaran pajak ini, wajib pajak tidak secara jelas melanggar undang-undang sekalipun kadang-kadang dengan jelas menafsirkan undang-undang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pembuat undang-undang. Penghindaran dari pajak dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
o   Menahan Diri
Maksudnya adalah para wajib pajak ini tidak ingin terkena pajak, maka mereka melakukan sesuatu yang nantinya bisa dikenai pajak. Contohnya jika tidak mau terkena cukai tembakau, maka tidak merokok.
o   Pindah Lokasi
Maksudnya, para wajib pajak yang memiliki usaha, karena mereka ingin mendapatkan pajak yang kecil untuk usaha mereka, maka mereka pindah lokasi ke daerah yang tariff pajaknya rendah seperti di Indonesia Timur.
o   Penghindaran Pajak secara Yuridis
Melakukan perbuatan sedemikian rupa sehingga perbuatan-perbuatan yang dilakukan tidak terkena pajak. Ini disebabkan karena para wajib pajak memanfaatkan celah dan ketidakjelasan yang terdapat dalam undang-undang. Kenapa tidak jelas? Ini disebabkan karena undang-undang tersebut dibuat dengan kepentingan-kepentingan tertentu. Kepentingan tersebut bisa datang dari mana saja, dan kepentingan tersebut bisa saja berbeda-beda tiap orang. Maka sang pembuat undang-undang akan mencari jalan kompromi yang hasilnya bisa memuaskan semua kepentingan. Akhirnya undang-undang ini akan menjadi tidak jelas. Dan akibatnya, bisa saja wajib pajak menafsirkan undang-undang tersebut sesuai dengan kepentingannya dan fiscus menafsirkannya sesuai dengan kepentingan Negara.
·         Pengelakan Pajak (Tax Evation)
Pengelakan pajak dilakukan dengan cara-cara yang melanggar undang-undang. Pengelakan pajak ini terjadi sebelum SKP dikeluarkan. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak/mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara menyembunyikan sebagian dari penghasilannya. Disetiap Negara, wajib pajak terdiri dari wajib pajak besar (berasal dari multinasional corporation yang terdiri dari perusahaan penting nasional) dan wajib pajak kecil (berasal dari professional bebas).

Wajib pajak besar memiliki kecenderungan untuk melakukan penghindaran pajak (Tax Avoidance). Karena:
  Perusahaan besar memiliki biro-biro hukum atau tim lawyer yang tangguh yang mampu mencari celah dalam undang-undang pajak.
  Pembukuan dilakukan oleh banyak orang sehingga risiko terjadinya kebocoran juga besar.
  Jika wajib pajak besar ingin melakukan pengelakan pajak, mereka harus memperkecil keuntungannya di mata publik. Perusahaan yang labanya kecil, performancenya akan turun sehingga harga sahamnya turun. Hal ini mengakibatkan pamornya turun di depan relasi dagangnya. Sehingga mereka akan kehilangan relasi yang mengakibatkan kerugian yang lebih besar dibandingkan pengurangan tarif pajak.


Wajib pajak kecil cenderung melakukan pengelakan pajak (Tax Evation). Karena:
o         Tidak punya kemampuan untuk mencari celah undang-undang pajak.
o       Apabila dokter/profesional bebas menyembunyikan sebahagian pendapatannya, kecil kemungkinan diketahui oleh fiscus karena dia sendiri yang mencatat penghasilannya.
o       Penghasilan para profesional bebas sulit dilacak oleh fiscus karena biaya yang dibayar oleh pasien kepada dokter tidak mengurangi penghasilan kena pajak seseorang. Biaya tersebut dianggap sebagai konsumsi.
Pengertian Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Tarif Pajak adalah dasar pengenaan pajak terhadap objek pajak yang menjadi tanggungannya. Tarif pajak biasanya berupa persentase (%).
Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai berupa uang yang dijadikan dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
Jenis-jenis Tarif Pajak

Tarif pajak yang besarnya harus dicantumkan dalam undang-undang pajak merupakan salah satu unsur yang menentukan rasa keadilan dalam pemungutan pajak. Penentuan besarnya suatu tarif adalah hal yang krusial dimana kesalahan persepsi dalam penentuannya dapat merugikan berbagai pihak termasuk Negara. Dalam pemungutan pajak, terdapat beberapa jenis tarif pajak yang dikenal, antara lain:
1.Tarif Progresif (aprogressive tax rate)
2. Tarif Proporsional (a proportional tax rate)
3. Tarif Degresif (a degressive tax rate)
4. Tarif Tetap (a fixed tax rate)
5. Tarif Advalorem
6. Tarif spesifik
7. Tarif Efektif

1. Tarif Progresif
Tarif progresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin besar bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga semakin besar. Menurut kenaikan persentase tarifnya, tarif progresif dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
a.      Tarif pajak Progresif Progresif
Tarif pajak Progresif Progresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan kenaikan presentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali naik.


b. Tarif pajak Progresif Proporsional
Tarif pajak Progresif Proporsional adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, namun kenaikan presentase untuk setiap jumlah tertentu tetap.
c.Tarif pajak Progresif Degresif
Tarif pajak Progresif Degresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, namun kenaikan presentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali menurun.
Contoh tarif pajak progresif adalah tarif untuk Pajak Penghasilan Orang Pribadi berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
Tabel 7.1 Tarif Pajak Orang Pribadi berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a

0 Sampai dengan Rp50.000.000,00                                             tarif    5 %
Di atas Rp50.000.000,00 s.d. Rp250.000.000,00              tarif 15 %
Di atas Rp250.000.000,00 s.d. Rp500.000.000,00             tarif 25 %
Di atas Rp500.000.000,00                           tarif 30 %
Dengan demikian, tarif pajak menurut pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi dalam negeri tersebut termasuk tarif progresif degresif.

2. Tarif Degresif
Tarif degresif merupakan kebalikan dari tarif progresif. Tarif degresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin kecil bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar. Namun, tidak berarti jika persentasenya semakin kecil kemudian jumlah pajak yang terutang juga menjadi kecil. Akan tetapi malah bisa menjadi lebih besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya juga semakin besar.

Pajak yang terutang
Rp10.000.000,-x 15% = Rp1.500.000
Rp25.000.000,-x 13% =  Rp3.250.000
Rp50.000.000,-x 11% = Rp5.500.000
Rp60.000.000,-x 10% = Rp6.000.000
Jumlah pajak terutang                                                                 Rp16.250.000

3. Tarif Proporsional
Tarif proporsional tidak lagi dipengaruhi oleh naik turunnya dasar objek yang dikenakan pajak, karena tarifnya telah berlaku secara sebanding. Tarif proporsional adalah tarif pemungutan pajak yang menggunakan persentase tetap tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Semakin besar jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, akan semakin besar pula jumlah pajak terutang (yang harus dibayar). Tarif ini diterapkan dalam UU No. 18 Tahun 2000 (UU PPN dan PPnBM) yang menggunakan tarif proporsional sebesar 10%.
Pajak yang terutang
a.Rp15.000.000,-x10%=Rp1.500.000,-
b.Rp25.000.000,-x10%=Rp2.500.000,-
c.Rp40.000.000,-x10%=Rp4.000.000,-
d.Rp60.000.000,-x10%=Rp6.000.000,-
 
4. Tarif Tetap
Tarif tetap adalah tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Tarif ini diterapkan dalam UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (BM). Dengan adanya PP No. 24 Tahun 2000, tarif yang digunakan adalah Bea Meterai dengan nilai nominal sebesar Rp3.000,00 dan Rp6.000,00.

5. Tarif Advalorem
Tarif advalorem adalah suatu tarif dengan persentase tertentu yang dikenakan/ ditetapkan pada harga atau nilai suatu barang.
Misalnya PT XZY mengimpor barang jenis „A sebanyak 1500 unit dengan harga per unit Rp100.000,00. Jika tarif Bea Masuk atas Impor Barang tersebut 20%, maka besarnya Bea Masuk yang harus dibayar adalah:

Nilai Barang Impor = 1500 x Rp100.000           = Rp150.000.000
Tarif Bea Masuk 20%, maka Bea Masuk yang harus dibayar = 20% x Rp150.000.000
                                                                                                                 = Rp30.000.000
 6. Tarif Spesifik
Tarif spesifik adalah tarif dengan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis barang tertentu atau suatu satuan jenis barang tertentu.
Misalnya PT ABC mengimpor barang jenis „Z sebanyak 1500 unit dengan harga per unit Rp100.000. Jika tarif Bea Masuk atas impor barang Rp10.000 per unit, maka besarnya Bea Masuk yang harus dibayar adalah:
Jumlah Barang Impor = 1500 unit
Tarif Bea Masuk Rp10.000, maka
Bea Masuk yang harus dibayar = Rp10.000 x 1500 = Rp15.000.000
 
7. Tarif Efektif
Tarif efektif adalah tarif dimana jumlah pajak yang dibayarkan dibandingkan dengan jumlah penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak.

Contoh: Tuan Andi mempunyai penghasilan kena pajak selama tahun 2008 sebesar Rp750.000.000. Hitung besarnya pajak yang harus dibayar!
  1. Dengan tarif progresif menurut UU No. 17 Tahun 2000
    5% x Rp25.000.000 = Rp 1.250.000
    10% x Rp25.000.000 = Rp 2.500.000
    15% x Rp50.000.000 = Rp 7.500.000
    25% x Rp100.000.000 = Rp 25.000.000
    35% x Rp550.000.000 = Rp 192.500.000
    Jumlah pajak terutang                                                    Rp 228.750.000

       b. Dengan tarif efektif
228.750.000 x 100% = 30,5%
750.000.000
Jika tarif efektif 30,5% tersebut dikalikan penghasilan kena pajak, maka akan dihasilkan jumlah pajak yang sama jika digunakan tarif progresif dalam perhitungannya.








No comments:

Post a Comment