Tuesday, 24 November 2015

KUP



Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Tahun Pajak dan Bagian Tahun Pajak
·        Jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
·        Jangka waktu 1 (satu) Tahun Kalender adalah jangka waktu dari  tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
·        Wajib Pajak dapat menggunakan tahun pajak selain tahun kalender dengan terlebih dahulu mengajukan izin ke Kantor Pelayanan Pajak.
Contoh Penerapan Tahun Pajak antara lain :
  • Pemeriksaan SPT Tahunan PPh Badan untuk Tahun Pajak 2014, maka pemeriksaan dilakukan terhadap SPT Tahunan PPh Badan untuk Tahun Pajak 2014 dan dokumen pendukungnya untuk jangka waktu Januari sampai dengan Desember 2014.
  • Pemeriksaan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi untuk Tahun Pajak 2013, maka pemeriksaan dilakukan terhadap SPT Tahunan PPh Orang Pribadi untuk Tahun Pajak 2013 dan dokumen pendukungnya untuk jangka waktu Januari sampai dengan Desember 2013.
Pengertian Bagian Tahun Pajak adalah :
  • Bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
  • Bagian dari jangka waktu 1(satu) Tahun Pajak bisa 1 (satu) bulan Kalender atau beberapa bulan Kalender.
Contoh Penerapan Bagian Tahun Pajak antara lain :
  • Pemeriksaan SPT Masa PPN dengan status Lebih Bayar untuk Masa Pajak Maret, maka pemeriksaan dilakukan terhadap SPT Masa PPN dan dokumen pendukungnya untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Maret.
·         Pemeriksaan SPT Masa PPN dengan status Lebih Bayar untuk Masa Pajak Nopember, maka pemeriksaan dilakukan terhadap SPT Masa PPN dan dokumen pendukungnya untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Nopember
NPWP
Nomor Pokok Wajib Pajak biasa disingkat dengan NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak (WP) sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Untuk mendapatkan kartu NPWP, yang terlebih dahulu perlu Anda ketahui adalah persyaratan administrasinya. Walaupun prosesnya tidak lama, namun jika salah satu saja syarat tidak dipenuhi, maka sesuai dengan peraturan permohonan NPWP Anda tidak dapat dilayani. Jadi pastikan Anda melengkapi berkas-berkas yang dibutuhkan.
Yang Wajib Memperoleh NPWP adalah sebagai berikut
1. Setiap wajib pajak pribadi yang mempunyai penghasilan netto dalam satu tahun diatas penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
2. Wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah berdasarkan perjanjian pemisahan harta yang didasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis
3. Setiap badan usaha termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menjadi subjek pajak walaupun menderita kerugian.
Syarat NPWP untuk Pegawai atau Karyawan
Untuk Wajib Pajak orang pribadi, yang tidak menjalankan usaha (bekerja sebagai karyawan/pegawai) berupa:
  1. fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi Warga Negara Indonesia; atau
  2. fotokopi paspor, fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP), bagi Warga Negara Asing.
  3. fotokopi SK PNS atau Keterangan Kerja dari Tempat Anda Kerja
  4. Isi Formulir Pendaftaran (sudah Tersedia di Kantor Pajak)
Syarat NPWP untuk Wiraswasta
Untuk Wajib Pajak orang pribadi, yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas berupa:
  1. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)
  2. Fotokopi Surat Keterangan Usaha minimal dari Kelurahan
  3. Isi Formulir Pernyataan usaha bermaterai 6000 (sudah Tersedia di Kantor Pajak, materai harap bawa dari rumah)
  4. Isi Formulir Pendaftaran (sudah Tersedia di Kantor Pajak
UPDATE: Untuk pendaftaran NPWP wiraswasta tidak dapat diwakilkan, Anda harus datang sendiri ke kantor pajak untuk mendaftar. Info: Peraturan Terbaru Persyaratan Sebagai Kuasa berdasarkan PMK 229/PMK.03/2014 
Syarat NPWP untuk Suami Istri NPWP Masing-masing
Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi adalah wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, dan wanita kawin yang memilih melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya secara terpisah, permohonan juga harus dilampiri dengan:
  1. fotokopi Kartu NPWP suami;
  2. fotokopi Kartu Keluarga; dan
  3. fotokopi surat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, atau surat pernyataan menghendaki melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suami.
  4. fotokopi SK PNS atau Keterangan Kerja dari Tempat Anda Kerja
  5. Isi Formulir Pendaftaran (sudah Tersedia di Kantor Pajak
Manfaat NPWP antara lain adalah sebagai berikut:
  1. NPWP adalah salah satu syarat pengajuan kredit di Bank.
Bagi Anda yang berencana untuk mengajukan pinjaman di Bank, segeralah Anda membuat NPWP (jika Anda belum punya). Karena NPWP adalah salah satu syarat yang harus ada.
  1. Pembuatan rekening koran di Bank.
Sama seperti poin 1, NPWP akan diminta oleh pihak Bank jika Anda mengajukan permohonan pembuatan rekening koran.
  1. Pengajuan SIUP atau TDP.
Bagi Anda yang berencana untuk memulai usaha atau mendaftarkan usaha Anda untuk memperoleh Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Tanda Daftar Perusahaan (TDP), NPWP adalah salah satu syarat yang harus ada.
  1. Pembuatan Paspor
Anda akan dimintai NPWP pada saat pembuatan paspor untuk kondisi tertentu.
  1. Mengikuti lelang di Instansi Pemerintah, BUMN, dan BUMD
Salah satu syarat wajib untuk mengikuti lelang dan memperoleh tender dengan Instansi Pemerintah, BUMN, dan BUMD adalah memiliki NPWP. Dengan mempunyai NPWP, peluang Anda memperoleh penghasilan akan semakin besar.
  1. Memperoleh pelayanan perpajakan dalam hal penyetoran/pembayaran pajak, pelaporan pajak, pengembalian pajak dan atau pengurangan pembayaran pajak
Yang dikecualikan untuk memperoleh NPWP adalah sebagai berikut :
1. Setiap wajib Pajak pribadi yang mempunyai penghasilan netto dalam satu tahun dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
2. Wajib pajak pribadi yang memperoleh penghasilan semata-mata hanya dari satu pemberi kerja dan telah dipotong pajak penghasilan oleh pemberi kerja.

NPPKP
Sedangkan NPPKP (Nomor pengukuhan pengusaha kena pajak) adalah nomor yang harus dimiliki setiap pengusaha yang berdasarkan Undang-Undang PPN dikenakan pajak, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dikukuhkan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak).
NPPKP (Nomor pengukuhan pengusaha kena pajak) adalah setiap wajib pajak sebagai pengusaha yang dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) berdasrkan undang-undang PPN wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan pengusaha kena pajak (PKP) dan atau pengusaha yang dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak memiliki surat pengukuhan kena pajak yang berisi identitas dan kewajban perpajakan Pengusaha kena pajak.
fungsi dari NPPKP(Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena pajak) adalah sebagai berikut
1. Dibergunakan sebagai identitas pengusaha kena pajak yang sebenarnya
2. Berguna untuk admnistrasi pemenuhan Kewajiban Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan barang Mewah.
3. Berguna untuk pengawasan administrasi perpajakan

Yang diwajbkan untuk melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah sebagai berikut :
a. Pengusaha yang telah melakukan penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak lebih dari Rp. 600.000.000,00 setahun (UU Nomor 18 tahun 2000)
b. Pengusaha yang melakukan kegiatan impor barang kena pajak (importer)
c. Pengusaha yang melakukan kegiatan ekspor barang kena pajak (eksportir).

Surat Pemberitahuan (SPT).
Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT).
SPT adalah surat yang oleh WP digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan per-UU-an Pajak. SPT terdiri dari :
a. SPT Tahunan PPh;
b. SPT Masa yang meliputi :
1. SPT Masa PPh;
2. SPT Masa PPN; dan
3. SPT Masa Pemungut PPN
SPT tersebut berbentuk: formulir kertas (hardcopy); atau e-SPT.

E-SPT adalah data SPT WP dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh WP dengan menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan oleh DJP. Aplikasi e-SPT adalah aplikasi dari DJP yang dapat digunakan WP untuk membuat e-SPT.
Kewajiban menyampaikan SPT.
Kewajban melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam SPT tercantum dalam Pasal 3 ayat 1 UU KUP yang berbunyi sbb :
“Setiap WP wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.”
Yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi SPT adalah :
a. benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan UU Pajak, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
b. lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT; dan
c. jelas melaporkan asal-usul / sumber objek pajak dan unsur lain yg hrs diisikan dlm SPT.SPT yg telah diisi dgn benar, lengkap, dan jelas tersebut wajib disampaikan ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh DJP, dan kewajiban penyampaian SPT oleh Pemotong atau Pemungut Pajak dilakukan untuk setiap Masa Pajak.

Tempat dan cara pengambilan SPT.
Pasal 3 ayat (2) UU KUP menyatakan, WP mengambil sendiri SPT ditempat yg ditetapkan oleh Dirjen (pada kantor DJP atau tempat lain yg diperkirakan mudah terjangkau oleh WP) atau mengambil dgn cara lain yg tata cara pelaksanaannya diatur dgn atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Dalam PMK No. 181/PMK.03/2007 tgl 28-12- 2007 diatur :
SPT berbentuk formulir kertas (hardcopy) dapat diambil secara langsung di tempat yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.SPT berbentuk e-SPT dapat diambil secara langsung oleh WP dengan cara mengunduh format SPT atau aplikasi e-SPT dari situs DJP.

Penandatangan SPT.
Mengenai kewajiban WP menandatangani SPT, selain diatur dalam Pasal 3 ayat 1 UU KUP, juga disebut dalam Pasal 4 ayat 1 yang berbunyi bahwa:”WP wajib mengisi dan menyampaikan SPT dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.”
Bagi WP Badan yang berhak menandatangani SPT tersebut adalah pengurus atau direksi (Pasal 4 ayat 2 UU KUP). Meskipun yang dimaksud dengan pengurus sebagaimana diuraikan dalam penjelasan Pasal 32 ayat 4 UU KUP adalah termasuk orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan, misalnya berwenang menandatangani kontrak dengan pihak ketiga, menandatangani cek, dan sebagainya walaupun orang tersebut tidak tercantum namanya dalam susunan pengurus yang tertera dalam akte pendirian maupun akte perubahan, dan termasuk pula bagi komisaris dan pemegang saham mayoritas atau pengendali, namun untuk penandatangan SPT sebaiknya tetap orang yang namanya tercantum dalam susunan pengurus yang tertera dalam akte pendirian maupun akte perubahan. Ketentuan mengenai orang yang tidak tercantum namanya dalam akte pendirian beserta perubahannya yang dianggap sebagai pengurus tepat diberlakukan bagi kewajiban perpajakan lainnya seperti misalnya untuk kepentingan penagihan pajak.
SPT yang disampaikan wajib ditandatangani oleh WP atau Kuasa WP.
Dalam hal WP menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan menanda tangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada SPT. (Pasal 4 ayat 3 UU KUP).

Penandatanganan SPT oleh WP / Kuasa WP dapat dilakukan secara biasa, tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan biasa. Tanda tangan elektronik atau tanda tangan digital adalah informasi elektronik yang dilekatkan, memiliki hubungan langsung atau terasosiasi pada suatu informasi elektronik lain termasuk sarana administrasi perpajakan yang ditujukan oleh WP atau kuasanya untuk menunjukan identitas dan status yang bersangkutan. (PMK No. 181/PMK.03/2007)
Cara penyampaian SPT.

Penyampaian SPT oleh WP dapat dilakukan :
secara langsung dan diberikan tanda penerimaan surat;
melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
dengan cara lain seperti:
melalui perusahaan jasa ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
e-Filing melalui ASP (Penyedia Jasa Aplikasi) dan diberikan Bukti Penerimaan Elektronik.
E-Filing adalah cara penyampaian SPT / Perpanjangan SPT Tahunan yg dilakukan secara on-line dan real time melalui Application Service Provider (ASP). (PMK No. 181/PMK.03/2007)




Batas waktu penyampaian SPT.
Batas waktu penyampaian SPT pada pasal 3 ayat 3 UU KUP diatur sbb :
a) SPT Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak;
b) SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi, paling lama 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak;
c) SPT Tahunan PPh WP Badan, paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak.
SPT dianggap Tidak Disampaikan.
Dalam Pasal 3 ayat 7 UU KUP dinyatakan bahwa, SPT dianggap tidak disampaikan apabila:
a. SPT tidak ditandatangani;
b. SPT tidak dilampiri keterangan dan/atau dokumen sesuai dengan Per. Menkeu;
c. SPT lebih bayar disampaikan telah lewat 3 tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan WP telah ditegur secara tertulis; atau
d. SPT disampaikan setelah Dirjen Pajak melakukan pemeriksaan / menerbitkan SKP.

Apabila SPT dianggap tidak disampaikan, Dirjen Pajak wajib memberitahukan kepada WP (Pasal 3 ayat 7a UU KUP). SPT tersebut selanjutnya dianggap sebagai data perpajakan.
Mengenai dokumen yang harus dilampirkan pada SPT dalam PMK No. 181/PMK.03/2007 tentang “Bentuk dan Isi SPT, serta Tata Cara Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan, dan Penyampaian SPT” dinyatakan bahwa :
SPT terdiri dari SPT Induk dan Lampiran, merupakan satu kesatuan yg tidak terpisahkan;
SPT harus dilampiri dgn keterangan dan/atau dokumen sesuai dengan UU Pajak;
Ketentuan mengenai dokumen yg harus dilampirkan dlm SPT diatur dgn Peraturan DJP;
Dalam UU KUP yang pasti harus dilampirkan dalam SPT adalah sbb:
SPT Tahunan PPh WP yg wajib menyelenggarakan pembukuan harus dilampiri dgn laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain yg diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak. {Ps. 4 ayat (4)}.
Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik tetapi tidak dilampirkan pada SPT, SPT dianggap tidak lengkap dan tidak jelas, sehingga SPT dianggap tidak disampaikan. {Pasal 4 ayat (4b) UU KUP}

Dalam hal WP menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan menandatangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada SPT. (Pasal 4 angka 3 UU KUP)
WP dgn Kriteria Tertentu yg dpt melaporkan Beberapa Masa Pajak dalam Satu SPT Masa.
Dalam Pasal 3 ayat (3a) dan (3b) ditetapkan bahwa WP dengan kriteria tertentu dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) SPT Masa. WP dengan kriteria tertentu dan tata cara pelaporan diatur dengan atau berdasarkan PMK No. 182/PMK.03/2007 sbb :
1) WP dengan kriteria tertentu dapat menyampaikan 1 (satu) SPT Masa untuk beberapa Masa Pajak sekaligus, yang meliputi:
a. WP usaha kecil; terdiri dari:
1> WP Orang Pribadi yang menjalankan kegiatan usaha atau melakukan pekerjaan bebas, yang harus memenuhi kriteria sbb :
a> WP Orang Pribadi dalam negeri; dan
b> menerima atau memperoleh peredaran usaha dari kegiatan usaha atau penerimaan bruto dari pekerjaan bebas dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dari Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah); atau
2> WP Badan yang harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a> modal WP 100% (seratus persen) dimiliki oleh W N I;
b> menerima atau memperoleh peredaran usaha dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dari Rp.900.000.000,-; atau
b. WP di daerah tertentu, adalah WP yg tempat tinggal/kedudukan/kegiatan usahanya berlokasi di daerah tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.

2) Tata Cara Pelaporan
a> WP yang termasuk dalam kriteria tertentu yang bermaksud melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Dirjen Pajak paling lambat 2 (dua) bulan sebelum dimulainya masa pajak pertama yang oleh WP akan disampaikan dalam SPT Masa yang meliputi beberapa Masa sekaligus;
b> Terhadap pemberitahuan secara tertulis dilakukan penelitian;
c> Apabila berdasarkan penelitian WP tidak memenuhi kriteria, Dirjen Pajak memberitahukan secara tertulis kepada WP.

WP PPh tertentu yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT.
Berdasarkan PMK No. 183/PMK.03/2007 yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT dapat diuraikan sebagai berikut:
Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 dan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yaitu WP Orang Pribadi yang dalam satu Tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi PTKP sebagaimana dimaksud dalam UU PPh.
Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 yaitu WP Orang Pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas.
Sanksi karena tidak menyampaikan SPT.
Sanksi bagi WP yang tidak menyampaikan SPT, dapat berupa sanksi administrasi ataupun sanksi pidana. Sanksi administrasi dapat berupa denda sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU KUP atau berupa kenaikan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat 3 UU KUP. Sanksi pidana dapat berupa kurungan atas tindak pidana kealpaan sebagaimana diatur dalam Pasal 38 UU KUP ataupun penjara atas tindak pidana kesengajaan sebagaimana diatur dalam Pasal 39 UU KUP.
A. Surat Teguran atas SPT yang tidak disampaikan.
Apabila SPT tidak disampaikan sesuai batas waktu yang ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dapat diterbitkan Surat Teguran (Pasal 3 ayat 5a UU KUP). Penerbitan Surat Teguran, disamping merupakan bentuk pembinaan terhadap WP, juga merupakan syarat bagi dikenainya WP yang bersangkutan dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 1 huruf b dan Pasal 13 ayat 3 UU KUP.



B. Sanksi administrasi berupa denda.
Pasal 7 ayat (1) UU KUP menyatakan apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar:
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPN,
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya,
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Badan
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi.

Ayat (2) menyatakan bahwa “sanksi administrasi berupa denda diatas tidak dilakukan terhadap”:
a. WP Orang Pribadi yang telah meninggal dunia;
b. WP Orang Pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
c. WP Orang Pribadi yg berstatus sebagai W N A yg tidak tinggal lagi di Indonesia;
d. BUT yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
e. WP Badan yg tidak melakukan usaha lagi tetapi belum bubar sesuai dgn ketentuannya
f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
g. WP yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Per. Menkeu; atau
h. WP lain yg diatur dengan atau berdasarkan PMK.
Yg dimaksud dgn WP lain tersebut pada huruf h berdasarkan PMK No. 186/PMK.03/2007 adalah WP yg tidak dapat menyampaikan SPT dalam jangka waktu yg telah ditentukan karena keadaan antara lain : a. kerusuhan massal; b. kebakaran; c. ledakan bom atau aksi terorisme; d. perang antar suku; atau e. kegagalan sistem komputer administrasi penerimaan negara atau perpajakan.
Penetapan WP tersebut dilakukan dengan Keputusan Dirjen Pajak.

C. Sanksi administrasi berupa kenaikan.
Sanksi administrasi berupa kenaikan dapat dikenakan melaui penerbitan SKP KB apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya dan setelah ditegur secara tertulis, tetap tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran (Pasal 13 ayat 1 huruf b UU KUP). Dari Jumlah pajak dalam SKP KB yang diterbitkan ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sesuai dengan Pasal 13 ayat 3 UU KUP.
D. Sanksi pidana kurungan.
Pidana kurungan dalam Pasal 38 UU KUP dikenakan terhadap setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyampaian SPT.
Pasal 38 UU KUP tersebut berbunyi:” Setiap orang yang karena kealpaannya:

a. tidak menyampaikan SPT; atau
b. menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yg isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A,
didenda paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yg tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 kali jumlah pajak terutang yg tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 bulan atau paling lama 1 tahun.”
Yang dimaksud dengan perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A adalah “WP yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh WP dan WP tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200 % dari jumlah pajak yg kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan SKP KB”.
E. Sanksi pidana penjara.
Pasal 39 ayat 1 huruf c dan d UU KUP menyatakan ”Setiap orang yang dengan sengaja:
c. tidak menyampaikan SPT;
d. menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, terkena sanksi pidana antara 6 bulan s/d 6 tahun dan denda antara 2 s/d 4 kali.
Hak WP berkaitan dengan penyampaian SPT.
Berkaitan dengan kewajiban melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan melalui SPT, WP mempunyai hak-hak sbb :
1. Memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan
2. Membetulkan SPT
3. Mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT
Surat Setoran Pajak (SSP)
Pengertian Surat Setoran Pajak (SSP) adalah :
bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan  dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk  oleh Menteri Keuangan.
Tempat pembayaran atau penyetoran pajak antara lain :
1.      Kantor Pos.
2.      Bank Badan Usaha Milik Negara.
3.      Bank Badan Usaha Milik Daerah.
4.      Tempat pembayaran lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
Contoh : Bank Swasta tertentu (Bank BCA).
Bank tempat pembayaran pajak disebut juga dengan nama Bank Persepsi
Formulir SSP  dibuat dalam rangkap 4 (empat), dengan peruntukan sebagai berikut :
  1. lembar ke-1 : untuk arsip Wajib Pajak;
  2. lembar ke-2 : untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);
  3. lembar ke-3 : untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak;
  4. lembar ke-4 : untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran.
  5. Apabila diperlukan di SSP dibuat rangkap 5 (lima) dengan ketentuan lembar ke-5 :lembar ke-5 : untuk arsip Wajib Pungut (Bendahara Pemerintah/BUMN) atau  pihak lain.
Pengisian Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran dalam formulir SSP dilakukan berdasarkan Tabel Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran.

Wajib Pajak dapat mengadakan sendiri formulir SSP dengan bentuk dan isi sesuai dengan formulir SSP.

Satu formulir SSP hanya dapat digunakan untuk pembayaran satu jenis pajak dan untuk satu Masa Pajak atau satu Tahun Pajak/surat ketetapan pajak/Surat Tagihan Pajak dengan menggunakan satu Kode Akun Pajak dan satu Kode Jenis Setoran, kecuali Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan
Pasal 3 ayat (3a) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, dapat membayar Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk beberapa Masa Pajak dalam satu SSP.
Jenis Surat Setoran pajak
Surat Setoran Pajak sebagai sarana administrasi untuk melakukan pembayaran, terdiri dari:
  • Surat Setoran Pajak Standar;
  • Surat Setoran Pajak Khusus;
  • Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak dalam Rangka Impor;
  • Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau Buatan dalam Negeri.
Masing-masing pengertian jenis Surat Setoran Pajak tersebut adalah sebagai berikut:
SSP Standar adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak atau berfungsi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kantor Penerima Pembayaran, dan digunakan sebagai bukti pembayaran dengan bentuk, ukuran, dan isi yang telah ditetapkan.
SSP Khusus adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke Kantor Penerima Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi dan/atau alat lainnya yang isinya sesuai dengan yang telah ditetapkan, dan mempunyai fungsi yang sarna dengan SSP Standar dalam administrasi perpajakan.
Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak dalam Rangka Impor (SSPCP) adalah SSPyang digunakan oleh Importir atau Wajib Bayar dalam rangka impor.
Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau Buatan dalam Negeri (SSCP) adalah SSP yang digunakan oleh Pengusaha untuk cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN hasil tembakau buatan dalam negeri.



Unsur Pokok yang ada dalam Surat Setoran Pajak
Terkait dengan administrasi perpajakan bagi Wajib Pajak, demikian halnya dengan administrasi keuangan negara dalam APBN, dalam SSP terdapat beberapa unsur pokok yang dicantumkan. Adapun unsur pokok tersebut adalah sebagai berikut.
Untuk SSP Standar, paling sedikit memuat keterangan-keterangan sebagai berikut:
  1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
  2. Nama dan alamat Wajib Pajak;
  3. Identitas Kantor Penerima Pembayaran;
  4. Mata Anggaran Penerimaan (MAP)/Kode Jenis Pajak dan Kode Jenis Setoran;
  5. Masa Pajak dan/atau Tahun Pajak;
  6. Nomor Ketetapan (untuk pembayaran: STP, SKPKB, atau SKPKBT);
  7. Iumlah dan Tanggal Pembayaran;
  8. Uraian pembayaran; dan
  9. Nomor Transaksi Pembayaran Pajak (NTPP) dan/atau Nomor Transaksi Bank (NTB) atau Nomor Transaksi Pos (NTP).
Berapa Lembar/Rangkap Surat Setoran Pajak Itu?
SSP Standar dibuat rangkap 5 (lima) dengan peruntukan:
  1. Lembar ke-1: Untuk Arsip Wajib Pajak;
  2. Lembar ke-2: Untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);
  3. Lembar ke-3: Untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke KPP;
  4. Lembar ke-4: Untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran;
  5. Lembar ke-5: Untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan perundangan perpajakan yang berlaku.
SSP Khusus dicetak:
  1. Pada saat transaksi pembayaran atau penyetoran pajak sebanyak 2 (dua) lembar, yang berfungsi sama dengan lembar ke-1 dan lembar ke-3 SSP Standar;
  2. Terpisah sebanyak 1 (satu) lembar, yang berfungsi sarna dengan lembar ke-2 SSP Standar untuk diteruskan ke KPPN sebagai lampiran Daftar Nominatif Penerimaan (DNP).
SSPCP dibuat dalam rangkap 8 (delapan) dengan peruntukan:
  1. Lembar ke- 1a: Untuk KPBC melalui Penyetor/Wajib Pajak;
  2. Lembar ke-1b: Untuk Penyetor/Wajib Pajak;
  3. Lembar ke-2a: Untuk KPBC melalui KPPN;
  4. Lembar ke-2b dan ke-2c: Untuk KPP melalui KPPN;
  5. Lembar ke-3a dan ke-3b: Untuk KPP melalui Penyetor/WP atau KPBC;
  6. Lembar ke-4: Sedangkan SSCP

Sedangkan SSCP dibuat dalam rangkap 6 (enam) dengan peruntukan:
  1. Lembar ke-1a: Untuk KPBC melalui Penyetor/Wajib Pajak;
  2. Lembar ke-1b: Untuk Penyetor/Wajib Pajak;
  3. Lembar ke-2a: Untuk KPBC melalui KPPN;
  4. Lembar ke-2b: Untuk KPP melalui KPPN;
  5. Lembar ke-3: Untuk KPP melalui Penyetor/Wajib Pajak;
  6. Lembar ke-4: Untuk Bank Persepsi atau PT Pos Indonesia
Mata Anggaran Penerimaan (MAP) untuk Surat Setoran Pajak
Berhubung SSP digunakan untuk melakukan pembayaran atas semua jenis pajak, sedangkan pengadministrasian setiap jenis pajak adalah sendiri-sendiri dalam kas negara (APBN), maka perlu ada Mata Anggaran Penerimaan (MAP) untuk setiap jenis pembayaran pajak. Satu SSP Standar maupun SSP Khusus hanya dapat digunakan untuk pembayaran satu jenis pajak, dan untuk satu Masa Pajak atau satu Tahun Pajak surat ketetapan pajak Surat Tagihan Pajak dengan menggunakan satu MAP/Kode Jenis Pajak dan satu Kode Jenis Setoran. ”
Berikut adalah MAP untuk setiap jenis pembayaran pajak yang digunakan untuk keperluan pengisian SSP dan perekamannya di bank persepsi atau pos persepsi, maupun di Direktorat Jenderal Pajak.
No.      MAP Baru      Uraian
  1. 411121           Untuk Jenis Pajak PPh Pasa121
  2. 411122           Untuk Jenis Pajak PPh Pasa122
  3. 411123           Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 22 Impor
  4. 411124           Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 23
  5. 411125           Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi
  6. 411126           Untuk Jenis Pajak PPh Pasa125129 Badan
  7. 411127           Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 26
  8. 411128           Untuk Jenis Pajak PPh Final dan Fiskal Luar Negeri
  9. 411129           Untuk Jenis Pajak PPh Non-Migas Lainnya
  10. 411111           Untuk Jenis Pajak PPh Minyak Bumi
  11. 411112           Untuk Jenis Pajak PPh Gas Alam
  12. 411113           Untuk Jenis Pajak PPh Lainnya dari Minyak Bumi
  13. 411119           Untuk Jenis Pajak PPh Migas Lainnya
  14. 411211           Untuk Jenis Pajak PPN dalam Negeri
  15. 411212           Untuk Jenis Pajak PPN Impor
  16. 411221           Untuk Jenis Pajak PPnBM dalam Negeri
  17. 411222           Untuk Jenis Pajak PPnBM Impor
  18. 411219           Untuk Jenis Pajak PPN Lainnya
  19. 411229           Untuk Jenis Pajak PPnBM Lainnya
  20. 411611           Untuk Bea Materai
  21. 411612           Untuk Penjualan Benda Materai
  22. 411619           Untuk Pajak Tidak Langsung Lainnya
  23. 411621           Untuk Bunga Penagihan PPh
  24. 411622           Untuk Bunga Penagihan PPN
  25. 411623           Untuk Bunga Penagihan PPnBM
  26. 411624           Untuk Bunga Penagihan PTLL
Disarikan dari buku: Cara Menghindari 37 Larangan Perpajakan, Penulis: Liberti Pandiangan, Halaman:167-172.

SURAT KETETAPAN PAJAK

SAAT TERUTANGNYA PAJAK
Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.
Pada prinsipnya pajak terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenakan pajak, namun untuk kepentingan administrasi perpajakan saat terutangnya pajak tersebut adalah:
a.       Pada suatu saat, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak ketiga
b.      Pada akhir masa, untuk Pajak Penghasilan karyawan yang dipotong oleh pemberi kerja, atau yang dipungut oleh pihak lain atas kegiatan usaha, atau oleh Pengusaha Kena Pajak atas pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
c.       Pada akhir Tahun Pajak, untuk Pajak Penghasilan
PENERBITAN SURAT KETETAPAN PAJAK
Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas pada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat Pemberitahuan atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.
SURAT KETETAPAN PAJAK (SKP)
PENGERTIANSurat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi:
o       Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
o       Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan SKPKBT)
o       Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
o       Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR (SKPKB)
PENGERTIAN
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.

FUNGSI SKPKB
1.      Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang
2.      Sebagai alat atau sarana untuk mengenakan sanksi
3.      Sebagai alat atau sarana untuk menagih pajak
DASAR ATAU SEBAB-SEBAB DITERBITKANNYA SKPKB
1.    Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.
2.    Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktunya dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan didalam surat teguran. (SKPKB diterbitkan secara jabatan)
3.    Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0% 
4.    Apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 (tentang kewajiban pembukuan) dan Pasal 29 (tentang kewajiban dalam pemeriksaan) tidak dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang. (SKPKB diterbitkan secara jabatan)

SANKSI BERKENAAN DENGAN SKPKB
1.    Apabila SKPKB diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar (angka 1 pada dasar/sebab terbitnya SKPKB), maka jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan untuk selama-lamanya 24 bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB.
2.    Apabila SKPKB diterbitkan berdasarkan angka 2, 3 dan 4 (pada dasar/sebab diterbitkan SKPKB), maka jumlah pajak dalam SKPKB ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar:
a.       50% dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak.
b.      100% dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan, dan dipotong atau        dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan.
c.       100% dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar

JANGKA WAKTU PENERBITAN SKPKB
a.    Dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun      Pajak.
b.    Setelah lewat jangka waktu 10 tahun sesudah saat terutangnya        pajak, berakhirnya masa pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu 10 tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Sanksi
       Pokok pajak yang kurang atau tidak dibayar di dalam SKPKB ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48%  dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.
CONTOH KASUS SKPKB
1.    Seorang wajib pajak penghasilan yang mempunyai tahun buku sama dengan tahun takwim memasukkan SPT Tahunan PPh untuk tahun 1995 tepat pada waktunya yang disertai setoran akhir.
       Pada bulan April 1998 dikeluarkan SKPKB yang menunjukkan kekurangan pajak terutang sebesar Rp. 1.000.000,00.
Perhitungan di dalam SKPKB
1.    Pajak yang terutang                                   Rp. 1.725.000,00
2.    Kredit Pajak
       a.  Pajak yang dipotong pemberi kerja       Rp.150.000,00
       b.  Pajak dibayar sendiri (setoran masa)     Rp.400.000,00
       c.  Pajak yang ditagih dengan STP
            (tidak termasuk bunga dan denda)         Rp.  75.000,00
       d.  Kredit pajak luar negeri                        Rp.100.000,00 +
            Jumlah pajak yang dikreditkan  Rp.   725.000,00 -
3.    Pajak yang kurang dibayar                                                 Rp.1.000.000,00
4.    Bunga 2 thn (2% x 2 x 12 x 1.000.000,00)                        =          Rp.   480.000,00 +
5.    Pajak yang masih harus dibayar                                          =          Rp.1.480.000,00

2.    Seandainya SKPKB pada soal No.1 diterbitkan tanggal 17 Mei 1997, maka          perhitungannya adalah sebagai berikut:
                   1.  Pajak yang kurang dibayar                                            =          Rp. 1.000.000,00
       2.  Bunga 17 bulan 2% x 17 x Rp. 1.000.000,00               =          Rp.    340.000,00 (+)
       3.  Pajak yang masih harus dibayar                                     =          Rp. 1.340.000,00

3. Seorang Wajib Pajak Penghasilan walaupun sudah diperingatkan dan ditegur, tidak memasukkan SPT Tahunan 2001. Pada tanggal 18 Agustus    2002 pajaknya ditagih dengan menggunakan SKPKB secara jabatan sebesar    Rp. 5.000.000,00. Jumlah yang harus dibayar adalah:
            Pajak kurang dibayar                                                    =          Rp. 5.000.000,00
            Sanksi adminstrasi 50% x Rp. 5.000.000,00                 =          Rp. 2.500.000,00
            Denda tidak/lambat memasukkan SPT Tahunan                        =          Rp.   100.000,00 +
            Jumlah yang harus dibayar                                             =          Rp. 7.600.000,00

4. PT. Arena (Wajib Pajak Badan) melakukan pembayaran bunga kepada Wajib Pajak Luar Negeri sebesar Rp. 2.000.000,00 namun dia tidak memotong/menyetor PPh Pasal 26. Oleh karena itu pajaknya ditagih dengan SKPKB dengan perhitungan:
            PPh Pasal 26 harus dipotong    
            20% x Rp. 2.000.000,00                                                          = Rp. 400.000,00
            Sanksi administrasi berupa kenaikan
            100% x Rp. 400.000,00                                                           = Rp. 400.000,00 +
            Jumlah yang harus dibayar                                                         = Rp. 800.000,00

5.         Seorang Pengusaha Kena Pajak yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha        Kena Pajak telah melakukan penyerahan Barang Kena Pajak berupa barang             mewah (golongan 30%) sebesar Rp. 5.000.000,00 namun dia lalai untuk    menyetorkan PPN dan PPn BMnya. Oleh karena itu pajaknya ditagih dengan    SKPKB dengan perhitungan sebagai berikut:
            Harga Penyerahan BKP            Rp. 5.000.000,00
            PPN harus dipungut      10% x Rp. 5.000.000,00          =          Rp.   500.000,00
            PPnBM harus dipungut 30% x Rp. 5.000.000,00          =          Rp.1.500.000,00 +
            Pajak kurang bayar                                                       =          Rp.2.000.000,00
            Sanksi administrasi kenaikan 100% x 2.000.000,00      =          Rp.2.000.000,00 +
            Jumlah yang harus dibayar                                             =          Rp.4.000.000,00


SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR TAMBAHAN (SKPKBT)
PENGERTIAN
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
FUNGSI SKPKBT
o       Sebagai alat untuk mengoreksi ketetapan pajak sebelumnya
o       Sebagai alat atau sarana untuk menagih pajak
o       Sebagai alat atau sarana untuk mengenakan sanksi

DASAR PENERBITAN SKPKBT
·        Apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang.
·        Masih ditemukan lagi data yang semula belum terungkap pada saat diterbitkannya Surat             Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan atau data baru yang diketahui kemudian oleh Direktur Jenderal Pajak
Data baru adalah data atau keterangan mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang  yang oleh Wajib Pajak belum diberitahukan pada waktu penetapan semula, baik dalam Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya maupun dalam pembukuan  perusahaan  yang  diserahkan pada waktu pemeriksaan.
Data yang semula belum terungkap adalah data atau keterangan lain mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang, yang:
      Tidak diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan beserta lampirannya (termasuk laporan keuangan) dan atau Pada waktu pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan data dan atau memberikan keterangan lain secara benar, lengkap,danterinci sehingga tidak        memungkinkan fiskus dapat menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan benar dalam menghitung jumlah pajak yang terutang.

Contoh Data Yang Semula Belum Terungkap
1.    Dalam Surat Pemberitahuan dan atau laporan keuangan tertulis adanya biaya iklan Rp         10.000.000,00 sedangkan sesungguhnya biaya tersebut terdiri dari Rp 5.000.000,00 biaya iklan di media masa dan Rp5.000.000,00 sisanya adalah sumbangan atau hadiah.
2.    Dalam Surat Pemberitahuan dan atau laporan keuangan disebutkan pengelompokan harta tetap yang disusutkan tanpa disertai dengan perincian harta pada setiap kelompok yang dimaksud, demikian pula pada saat pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan perincian tersebut, sehingga fiskus tidak dapat meneliti kebenaran pengelompokan dimaksud.
     Dalam pengelompokan tersebut sesungguhnya terdapat kesalahan, misalnya harta yang seharusnya termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan kelompok 3 namun dikelompokkan ke dalam kelompok 2.
3.  Pengusaha Kena Pajak melakukan pembelian sejumlah barang dari Pengusaha Kena Pajak   lain dan atas pembelian tersebut oleh Pengusaha Kena Pajak penjual diterbitkan Faktur             Pajak. Barang-barang tersebut sebagian digunakan untuk kegiatan yang mempunyai            hubungan  langsung  dengan kegiatan usahanya dan

JANGKA WAKTU PENERBITAN SKPKBT
1.    Dalam jangka waktu 10  tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang.
Sanksi
     Tagihan di dalam SKPKB ditambah dengan kenaikan sebesar 100% dari pajak yang kurang dibayar.
Catatan
  • Kenaikan tidak dikenakan apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan itu diterbitkan berdasarkan keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan.
·        Setelah lewat jangka waktu 10 tahun sesudah saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu 10 tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Sanksi
     Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.

SURAT KETETAPAN PAJAK LEBIH BAYAR (SKPLB)
PENGERTIAN
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang
FUNGSI SKPLB
Sebagai sarana atau alat untuk mengembalikan kelebihan pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak
DASAR ATAU SEBAB-SEBAB DITERBITKANNYA SKPLB
1.  Untuk Pajak Penghasilan, jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
2.  Untuk Pajak Pertambahan Nilai, jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak  atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. Apabila terdapat pajak terutang yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, maka yang dimaksud dengan jumlah Pajak Yang terutang adalah jumlah Pajak Keluaran setelah dikurangi pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut.
3.  Untuk Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.
TATA CARA PENERBITAN SKPLB
1.  Terjadi kelebihan pembayaran pajak setelah dilakukan pemeriksaan terhadap SPT tanpa adanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi), dengan ketentuan:
a.      Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak yang menyatakan Kurang Bayar, Nihil, atau lebih bayar yang tidak disertai dengan Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (permohonan restitusi).
b.      Apabila Wajib Pajak setelah menerima SKPLB dan menghendaki pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi), akan mengajukan permohonan secara tertulis.
2.  Atas Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang sesuai dengan perhitungan yang terdapat di dalam SPT yang disampaikan wajib pajak, dengan ketentuan:
a.       Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, sebagaimana dimaksud di            dalam Pasal 17C UU No. 16 Tahun 2000, harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lambat 12 bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap dalam arti bahwa Surat Pemberitahuan telah diisi lengkap, kecuali untuk kegiatan tertentu ditetapkan lain dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
          Catatan
          kegiatan tertentu yaitu ekspor dan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jangka waktu tersebut dapat dipersingkat dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Permohonan dapat disampaikan dengan cara mengisi kolom dalam Surat Pemberitahuan atau dengan surat tersendiri.
b.      Apabila setelah lewat jangka waktu 12 bulan tersebut Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar harus diterbitkan dalam waktu paling lambat 1 bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir.
c.       Apabila Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar terlambat diterbitkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf b, maka kepada Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% sebulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf b sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

Catatan
SKPLB masih dapat diterbitkan lagi apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya jumlahnya lebih besar dari kelebihan pembayaran pajak yang ditetapkan

TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
1.  Kelebihan pembayaran pajak adalah:
a.       Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila jumlah kredit pajak atau jumlahpajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.
b.      Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar yang diterbitkan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari wajib pajak tertentu
c.       Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
d.      Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.
e.       Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, sebagai akibat diterbitkan Keputusan Keberatan atau Putusan Banding yang menerima sebagianatauseluruh permohonan Wajib Pajak.
2.  Kelebihan pembayaran pajak harus diperhitungkan terlebih dahulu dengan utang pajak, baik di pusat maupun cabang-cabangnya.
3.  Atas dasar persetujuan Wajib Pajak yang berhak atas kelebihan pembayaran pajak, kelebihan tersebut dapat diperhitungkan dengan pajak yang akan terutang atau dengan utang pajak atas nama Wajib Pajak lain.
4.  Kelebihan pembayaran pajak yang masih tersisa, dikembalikan dalam jangka waktu 1  bulan sejak:
a.       Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf a diterima.
b.         Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud      dalam angka 1 huruf b diterbitkan
c.         Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak   sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf c diterbitkan
d.         Keputusan Keberatan diterbitkan atau Putusan Banding             diterima sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf d
e.         Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi             sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf e diterbitkan.
5. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dengan menerbitkan Surat          Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP).

CONTOH KASUS TENTANG IMBALAN BUNGA BERKAITAN DENGAN KETERLAMBATAN PENERBITAN SKPLB
PT DAHLIA telah menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan tahun 2001 pada tanggal 27 Maret 2002 yang menyatakan lebih bayar sebesar Rp.100.000.000,00. Setelah diadakan pemeriksaan ternyata sampai dengan batas 12 (dua belas) bulan (tanggal 26 Maret 2003) belum diterbitkan surat ketetapan pajak. Atas keterlambatan ini permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan SKPLB sebesar Rp.100.000.000,00 (sama dengan SPT Wajib Pajak) diterbitkan tanggal 2 Mei 2003 yang seharusnya paling lambat tanggal 26 April 2003.
Perhitungan imbalan bunga adalah sebagai berikut :
-      Dasar penghitungan imbalan bunga Rp.100.000.000,00.
-      Jumlah bulan dihitung sejak tanggal 27 April 2003 sampai dengan 3 Mei 2003 adalah 1 (satu) bulan.
     Besarnya imbalan bunga yang diberikan kepada PT. DAHLIA adalah:
       2% x 1 x Rp.100.000.000,00 = Rp.2.000.000,00
Catatan    
Dalam hal SPMKP juga terlambat diterbitkan (lebih dari satu bulan sejak tanggal SKPLB), maka atas keterlambatan penerbitan SPMKP ini juga diberikan imbalan bunga.

PENGEMBALIAN PENDAHULUAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DARI WAJIB PAJAK DENGAN KRITERIA TERTENTU
1.    Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sejak permohonan diterima secara lengkap paling lambat :
       a.  3  bulan sejak permohonan diterima untuk Pajak Penghasilan
       b   1 bulan sejak permohonan diterima untuk Pajak Pertambahan Nilai.
       Catatan
       Permohonan dapat disampaikan dengan cara mengisi kolom dalam Surat Pemberitahuan atau dengan surat tersendiri.
2.    Kriteria Wajib Pajak Yang Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak
          a.  Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan untuk semua jenis pajak dalam 2 tahun terakhir
          b.  Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak kecuali telah zin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak
          c.  Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir
          d.  Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan Pengawasan Keuangan dan       Pembangunan harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak    mempengaruhi laba rugi fiskal.
            Catatan
     1.  Dalam hal laporan keuangan diaudit, maka laporan audit harus:
          a.  Disusun dalam bentuk panjang (long form report)
          b.  Menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal.
     2.  Dalam hal laporan keuangan tidak diaudit oleh akuntan publik, maka Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu, sepanjang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.
     3.  Permohonan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu diajukan paling lambat 3 bulan sebelum tahun buku berakhir.
     4.  Direktur Jenderal Pajak menetapkan Wajib Pajak yang memenuhi     persyaratan/kriteria tertentu bulan Januari.
3.  Wajib Pajak yang memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak Tertentu tidak dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, apabila:
     a.  Terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan tindakan penyidikan tindak pidana di bidang   perpajakan 
     b.  Dalam suatu Masa Pajak Pajak Pertambahan Nilai ternyata tidak memenuhi kriteria, sejak Masa Pajak yang bersangkutan.
4.  Wajib Pajak yang penghitungan jumlah peredaran usahanya mudah diketahui karena berkaitan dengan pengenaan cukai sepanjang memenuhi ketentuan dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai.
5.  Wajib Pajak yang telah ditetapkan sebagai wajib pajak kriteria tertentu yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak tetapi tidak menghendaki diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, dapat menyatakan keinginannya dalam surat tersendiri sebagai lampiran Surat Pemberitahuan yang bersangkutan.
            Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak tersebut, diproses sesuai dengan ketentuan Pasal 17B Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum  
dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000.
Catatan
1.  Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, dan menerbitkan surat ketetapan pajak, setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
2.  Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak dalam jangka waktu 10  tahun setelah melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang telah memperoleh pengembalian pendahuluan. Surat ketetapan pajak tersebut dapat berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Nihil.
3.  Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan catatan 2, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.

CONTOH KASUS PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN
Pembayaran Pajak, Dimana SKPKB Diterbitkan Setelah Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
Pajak Penghasilan
-           Wajib Pajak telah memperoleh pengembalian pendahuluan  kelebihan pajak sebesar Rp80.000.000,00.
-           Dari pemeriksaan diperoleh hasil sebagai berikut:
            a.         Pajak Penghasilan yang terutang sebesar                       Rp100.000.000,00
            b.         Kredit pajak, yaitu:
-           Pajak Penghasilan Pasal 22       Rp20.000.000,00
-           Pajak Penghasilan Pasal 23       Rp40.000.000,00
-           Pajak Penghasilan Pasal 25       Rp90.000.000,00
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dengan penghitungan sebagai berikut:
-           Pajak Penghasilan yang terutang sebesar                       Rp100.000.000,00
            Kredit Pajak:
            -           Pajak Penghasilan Pasal 22       Rp20.000.000,00
            -           Pajak Penghasilan Pasal 23       Rp40.000.000,00
            -           Pajak Penghasilan Pasal 25       Rp90.000.000,00 +
                                                                                    Rp 150.000.000,00
-           Jumlah Pengembalian Pendahuluan
            Kelebihan Pajak                                               Rp   80.000.000,00 -
-           Jumlah pajak yang dapat dikreditkan                 Rp  70.000.000,00 -
-           Pajak yang tidak/kurang dibayar                       Rp  30.000.000,00
-           Sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100%                                                                                                                                           Rp30.000.000,00 +
-           Jumlah yang masih harus dibayar                       Rp60.000.000,00
Pajak Pertambahan Nilai
-           Pengusaha Kena Pajak telah memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan pajak sebesar                                                               Rp   60.000.000,00.
-           Dari pemeriksaan diperoleh hasil sebagai berikut:
            a.  Pajak Keluaran                                Rp 100.000.000,00
            b.  Kredit pajak, yaitu:
                        -           Pajak Masukan                        Rp 150.000.000,00
-           Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dengan penghitungan sebagai berikut:
            -           Pajak Keluaran                                                 Rp 100.000.000,00
            -           Kredit Pajak:
            -           Pajak Masukan                                                Rp150.000.000,00
            -           Jumlah Pengembalian
                        Pendahuluan Kelebihan Pajak               Rp  60.000.000,00(-)
            Jumlah pajak yang dapat dikreditkan                 Rp  90.000.000,00 (-)
            -           Pajak yang tidak/kurang dibayar                       Rp  10.000.000,00
            -           Sanksi administrasi kenaikan 100%       Rp  10.000.000,00 (+)
            -           Jumlah yang masih harus dibayar                       Rp  20.000.000,00


Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Dan Atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
1.    Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak dengan cara mengisi kolom yang tersedia dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai atau dengan surat tersendiri, dan dilampiri dengan bukti-bukti dan atau dokumen yang menyatakan adanya kelebihan pembayaran pajak yaitu:
a.       Faktur Pajak Masukan dan Faktur Pajak Keluaran yang berkaitan dengan kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang dimintakan pengembalian.
b.      Dalam hal impor Barang Kena Pajak, dilampirkan :
·        Pemberitahuan Impor Barang (PIB)
·        surat Setoran Pajak atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
·        Laporan Pemeriksaan Surveyor (LPS), sepanjang termasuk dalam kategori wajib LPS.
     c. Dalam hal ekspor Barang Kena Pajak, dilampirkan :
o       Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah difiat muat oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
o       Bill of Lading (B/L) atau Airway Bill
o       Wesel Ekspor atau bukti transfer.
     d.         Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, dilampirkan:
o       Kontrak atau Surat Perintah Kerja
o       Surat Setoran Pajak.
 e.    Dalam hal permohonan pengembalian yang diajukan meliputi kelebihan pembayaran akibat kompensasi Masa Pajak sebelumnya, maka yang dilampirkan meliputi seluruh dokumen yang berkenaan dengan kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak yang bersangkutan.
2.Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan tertentu, harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lambat :
·        2 bulan sejak saat diterimanya permohonan, kecuali permohonan yang penyelesaiannya dilakukan melalui pemeriksaan untuk semua jenis pajak
·        12 bulan sejak saat diterimanya permohonan sepanjang      penyelesaian atas permohonannya dilakukan melalui      pemeriksaan untuk semua jenis pajak.
3.  Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dinyatakan lengkap apabila memenuhi ketentuan yang ditetapkan.
4.  Apabila jangka waktu telah lewat, Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan surat ketetapan pajak, maka permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang diajukan dianggap dikabulkan dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar harus diterbitkan dalam waktu paling lambat 1 bulan setelah jangka waktu tersebut barakhir.
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak  Terhutang
Pembayaran pajak yang seharusnya tidak terhutang ialah pajak yang dibayar oleh Wajib Pajak atau Subyek Pajak atau bukan Subyek Pajak atas yang bukan merupakan Obyek Pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Yang Seharusnya Tidak Terhutang 
1.         Wajib Pajak atau Subyek Pajak atau bukan Subyek Pajak yang meminta kembali pembayaran pajak harus mengajukan permohonan tertulis sebagai kelengkapan atau data tambahan kepada Kepala Inspeksi Pajak tempat Wajib Pajak atau Subyek Pajak atau bukan Subyek Pajak tersebut berkedudukan atau bertempat tinggal.
            Khususnya mengenai kelebihan pembayaran PPN dan PPn BM agar permohonan bagi Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, diajukan kepada Kepala Inspeksi Pajak yang menerbitkan surat pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan bagi Wajib Pajak bukan Pengusaha Kena Pajak permohonan diajukan kepada Kepala Inspeks Pajak tempat Wajib Pajak tersebut berkedudukan atau bertempat tinggal, sedangkan terhadap Pengusaha Kena Pajak yang memperoleh izin Pemusatan Tempat Usaha (Sentralisasi), permohonan diajukan kepada Kepala Inspeksi Pajak yang memberikan izin Pemusatan Tempat Usaha tersebut.
            Dalam hal permohonan Wajib Pajak atau Subyek Pajak atau bukan Subyek Pajak tidak diajukan kepada Kepala lnspeksi Pajak domisili, maka Kepala lnspeksi Pajak yang menerima permohonan harus meneruskan kepada Kepala Inspeks Pajak domisili.
2.         Surat permohonan tersebut di atas harus mencantumkan :
    • Alasan meminta kembali pembayaran pajak
    • Jum!ah yang diminta pengembaliannya
    • Perincian dan pembayaran dan atau penyetoran-           penyetoran yang diminta pengembaliannya (disertai             tanggal dan nomor dari tiap-tiap bukti setoran)
    • Hutang-hutang pajak lainnya
3.         Permohonan tersebut dapat disetujui, apabila memenuhi syarat sebagai berikut  :
            1.         Setelah diteliti memang terdapat kekeliruan/kesalahan    pembayaran pajak atau pemotongan pajak atau             pemungutan pajak, sehingga terdapat pembayaran pajak           yang seharusnya tidak terhutang.
            2.         Wajib Pajak atau Subyak Pajak atau bukan Subyek Pajak        harus menyerahkan bukti-bukti pembayaran atau      pemotongan atau pemungutan asli dari pajak yang         diminta kembali pembayarannya.
4.         Atas permohonan pengembalian pajak yang dapat disetujui (baik sebagian atau sepenuhnya), dibuatkan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak
5.         Kepala lnspeksi Pajak yang berwenang mengeluarkan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak tersebut adalah Kepala Inspeksi Pajak tempat Wajib Pajak atau Subyek Pajak atau bukan Subyek Pajak bertempat tinggal atau berkedudukan. (KIP domisili Wajib Pajak).  Dalam hal pembayaran atau pemotongan atau pemungutan pajak ditatausahakan di luar wilayah Kantor lnspeksi Pajak domisili Wajib Pajak, maka Kepala Inspeksi Pajak domisili sebelum mengeluarkan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak harus meminta konfirmasi terlebih dahulu dari Kepala lnspeksi Pajak yang menatausahakan segi-segi pembayaran atau pemotongan atau pemungutan pajak tersebut. SKKPP dikeluarkan dalam jangka waktu 30 hari setelah semua data yang diperlukan lengkap.
SURAT KETETAPAN PAJAK NIHIL (SKPN)
Pengertian
Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan SKPN apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.
DASAR ATAU SEBAB-SEBAB PENERBITAN SKPN
1.      Untuk Pajak penghasilan, jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang terutang atau tidak ada pajak terutang dan tidak ada kredit pajak.
2.      Untuk Pajak Pertambahan Nilai, jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
3.      Apabila terdapat pajak terutang yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, maka yang dimaksud dengan jumlah pajak yang terutang adalah jumlah Pajak Keluaran setelah dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut.
4.      Untuk Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran pajak.
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa denda, dan atau bunga

Fungsi Surat Tagihan Pajak:
a. sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak;
b. sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga dan atau denda;
c. sarana untuk menagih pajak.

Sebab diterbitkannya STP:
a. Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. berdasarkan penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga;
d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu
e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak mengisi faktur secara lengkap
f. PKP melaporkan faktur tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak
g. PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak masukan

Jenis administrasi yang ditagih dengan Surat Tagihan Pajak:
a. denda administrasi bagi Wajib Pajak yang tidak atau terlambat menyampaikan SPT Masa PPh dan ;
b. denda administrasi bagi Wajib Pajak yang tidak atau terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan;
c. denda 2% dari Dasar Pengenaan Pajak bagi Pengusaha yang tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, PKP yang tidak membuat atau tidak lengkap mengisi Faktur Pajak;
d. bunga, bagi Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan sehingga mengakibatkan kurarng bayar;
e. bunga, bagi Wajib Pajak yang terlambat atau tidak membayar pajak yang sudah jatuh tempo pembayarannya

 
Denda Pasal 7
·        Surat Tagihan Pajak (STP)
Sanksi Administrasi
Sanksi denda
Keberatan, Banding, Gugatan Dan Peninjauan Kembali
Tata Cara Pengajuan Keberatan

Yang Dimaksud Dengan “Keberatan”

Keberatan adalah cara yang ditempuh oleh wajib Pajak jika merasa tidak/kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.
Dalam pelaksanaan ketentua peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/ tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini WP dapat mengajukan keberatan.

Hal-hal yang Dapat Diajukan Keberatan
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas:
  1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
  2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
  3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
  4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
  5. Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga
Ketentuan Pengajuan Keberatan
Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat
WP terdaftar, dengan syarat:
  1. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
  2. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan disertai alasan-alasan yang jelas.
  3. Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis pajak dan satu tahun/ masa pajak.
     Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak dan keberatan yang tidak memenuhi syarat, dianggap bukan Surat Keberatan, sehingga tidak diproses.
Mulai 1 Januari 2008 dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang harus dibayar paling sedikit sejumlah yang disetujui
Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.

Jangka Waktu Pengajuan Keberatan

Keberatan harus diajukan dalam Jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga.
  1. Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.
  2. Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos (harus dengan pos tercatat), jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.
Jika lewat tiga bulan, surat keberatan tidak dianggap karena tidak memenuhi syarat formal.Tetapi juga membolehkan jangka waktu lebih dari tiga bulan jika “dalam keadaan diluar kekuasaannya.” Inilah klausul yang sering dimanfaatkan oleh Wajib Pajak.Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

Penyelesaian Keberatan

      Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua betas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas ) telah lewat dan Direktorat Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima. Keputusan keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak terhutang.

Permintaan Penjelasan/Pemberian Keterangan Tambahan
  1. Untuk keperluan pengajuan keberatan WP dapat meminta penjelasan/ keterangan tambahan dan Kepala KPP wajib memberikan penjelasan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan, pemotongan, atau pemungutan.
  2. WP dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis sebelum surat keputusan keberatannya diterbitkan.
 Surat Keputusan Keberatan

Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.


Banding

SK Keberatan tidak dapat menjadi Wajib Pajak puas. Masih ada satu kesempatan lagi bagi Wajib Pajak untuk menguji pendapatnya, yaitu melalui proses banding ke Pengadilan Pajak.

Tata Cara Pengajuan Permohonan Banding

Apabila WP tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan atas keberatan, WP dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak, dengan syarat:
  1. Tertulis dalam bahasa Indonesia,
  2. Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima.
  3. Alasan yang jelas.
  4. Dilampiri salinan Surat Keputusan atas keberatan.
  5. Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding,
  6. Jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%.
Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. Putusan Pengadilan Pajak bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara.

Imbalan Bunga
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud dalam SKPKB dan SKPKBT telah dibayar yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan, paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.

Gugatan
Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan kepada PP terhadap :
  1. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
  2. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP;
  3. Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 UU KUP yang berkaitan dengan STP;
  4. Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan STP;
Jangka Waktu Pengajuan Gugatan
  1. Gugatan terhadap angka 1 diajukan paling lambat 14 hari sejak pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau Pengumuman Lelang;
  2. Gugatan terhadap angka 2, 3, dan 4 diajukan paling lambat 30 hari sejak tanggal diterima Keputusan yang digugat.



Peninjauan Kembali

Apabila pihak yang bersangkutan tidak/belum puas dengan putusan Pengadilan Pajak, maka pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak dan hanya dapat diajukan satu kali

Alasan-alasan Peninjauan Kembali
  1. Putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada kebohongan atau tipu muslihat;
  2. Terdapat bukti tertulis baru penting dan bersifat menentukan;
  3. Dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut.
  4. Ada suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
  5. Putusan nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Jangka Waktu Peninjauan Kembali
  1. Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 diajukan paling lambat 3 bulan sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau ditemukan bukti tertulis baru;
  2. Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, 4, dan 5 diajukan paling lambat 3 bulan sejak putusan dikirim oleh Pengadilan Pajak.
Putusan Banding

         Putusan Banding adalah surat terbanding kepada Pengadilan Pajak yang berisi jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon banding.Putusan Banding merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap, serta bukan Keputusan Tata Usaha Negara Dalam sejarah banding, jika dibuatkan prosentase Putusan Banding, maka sebagian besar Putusan Banding berpihak ke Wajib Pajak.
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan, untuk selama-lamanya 24 bulan.
Pemeriksaan dan penyidikan
- psl 29 UU KUP tentang pemeriksaan
- psl 29AUU KUP tentang pemeriksaan tbk
- psl 30 UU KUP tentang penyegelan
- psl 31 UU KUP tentang tata cara pemeriksaan
- PMK 198/PMK.03/07 tentang penyegelan
- PMK 199/PMK.03/07 tentang tata cara pemeriksan
- PP 80 thn 07 tentang hak dan kewajiban WP
- SE-10/PJ.04?2008 kebijakan pemeriksaan utk menguji kepatuhan WP
- PER 19 thn '08 tentang petunjuk teknis pelaksaan pemeriksaan lapangan
- PER 20 thn '08 tentang petunjuk teknis pelaksaan pemeriksaan kantor
- PER 9/PJ/2010 tentang standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan WP

A. Pengertian Pemeriksaan
            Pemeriksaan pajak merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh fiskus. Landasan dari pemeriksaan pajak adalah Undang-undang no 6 tahun 1983 tetang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang no 28 Tahun 2007 (sekarang UU KUP No.16 Thn 2009 ). Pemeriksaan pajak dilakukan oleh pemeriksa pajak yang telah memiliki tanda pengenal pemeriksa serta dilengkapi surat perintah pemeriksaan yang harus diperlihatkan kepada wajib pajak yang akan diperiksa. pasal 1 angka 25 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemeriksaan adalah
            “ serangkaian keg.mnghimpun dan mngolah data, ket, dan atau bukti yg dilaksanakan scra objetif dan profesional brdasarkan suatu standar pemeriksaan utk mnguji kepatuhan kewajiban perpajakan dan atau untuk tjuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang2an perpajakan
B.AWAL PROSES PEMERIKSAAN
1.kepala kntor KPP mmbrikan usulan pemeriksaan/ daftar n0rmatif kpd KANWIL
2. kanwil mmbrikan LP2 (lembar penugasan pmeriksan) kpd Kpala KPP
3. Kpala KPP membuat n0ta dinas dan menunjuk tim pemeriksa.
4. nota dinas dgunakan oleh tim pmeriksa sbg dasar persiapan n prencanan pmeriksaan
5. kpla KPP menerbitkan SP2 (surat perintah pemeriksan) dan dgunakan oleh tim pemeriksa sbg dasar melaksnakan pmeriksaan pajak.
C.TujuanPemeriksaan
Mengapa Dilakukan Pemeriksaan ?, Itu karena amanat UU ( psl 29 UU KUP )
            Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat diambil bahwa tujuan dari pemeriksaan ada dua macam, yaitu sebagai berikut :
1. Untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberi kepastian hukum, keadilan dan pembinaan kepada wajib pajak. Dalam tujuan ini,pemeriksaan dilakukan apabila terdapat hal-hal sebagai berikut :
  1. Surat Pemberitahuan menunjukan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
  2. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menunjukan rugi.
  3. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan.
  4. Surat Pemberitahuan yang memenuhi criteria seleksi yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
  5. Ada indikasi kewajiban perpajakan yang tidak dipenuhi.

2.       Untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
      perundang-undangan perpajakan, yaitu sebagai berikut :
  1. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan.
  2. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.
  3. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
  4. Wajib Pajak mengajukan keberatan.
  5. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
  6. Pencocokan data dan/atau alat keterangan.
  7. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil.
  8. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai.
  9. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.
  10. Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan.
  11. Pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.
D. Ruang Lingkup Pemeriksaan
      - jenis pajak
         terbagi pada : single tax, beberapa jenis pajak, dan all tax
      - periode pmbukuan
         terbagi pada : 1masa, bbrp masa, bgian thn, thn pajak
E. Jenis Pemeriksaan
Berdasarkan dengan tujuan di atas, pelaksanaan pemeriksaan perpajakan terbagi menjadi 2 jenis pemeriksaan, yaitu sebagai berikut :
1.      Pemeriksaan Lapangan
Pemeriksaan lapangan dilakukan atas suatu jenis pajak atau seluruh jenis pajak untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya dan atau tujuan lain yang dilakukan di tempat wajib pajak. Pemeriksaan lapangan ini dilaksanakan dapat dengan cara pemeriksaan lengkap atau pemeriksaan sederhana. Pemeriksaan lengkap terhadap wajib pajak dilakukan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan yang lazim digunakan dalam pemeriksaan pada umumnya sedangkan pemeriksaan sederhana dilakukan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan dengan bobot dan kedalaman yang sederhana sesuai dengan ruang lingkup pemeriksaan.
Pemeriksaan lapangan dapat dilakukan dalam jangka waktu tempat bulan dan dapat diperpanjang paling lama delapan bulan yang dihitung sejak Wajib Pajak datang memenuhi Surat Panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal  Laporan Hasil Pemeriksaan
2.      Pemeriksaan Kantor
Pemeriksaan kantor dilakukan atas suatu jenis pajak tertentu baik tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor direktorat Jenderal Pajak. Pemeriksaan ini hanya dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan sederhana.
Pemeriksaan kantor dapat dilakukan dalam jangka waktu tiga bulan dan dapat diperpanjang paling lama enam bulan yang dihitung sejak Wajib Pajak datang memenuhi Surat Panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal  Laporan Hasil Pemeriksaan.
Dari perbedaan ruang lingkup pemeriksaan di atas berpengaruh pada jangka waktu penyelesaianya. Untuk pemeriksaan lengkap, harus diselesaikan dalam jangka waktu dua bulan dan dapat diperpanjang paling lama delapan bulan. Untuk pemeriksaan sederhana harus diselesaikan dalam jangka waktu satu bulan dan dapat diperpanjang paling lama dua bulan. Sedangkan pemeriksaan kantor yang dilakukan secara sederhana harus diselesaikan dalam jangka waktu empat minggu dan dapat diperpanjang paling lama enam minggu.
      Apabila dalam pelaksanaan pemeriksaan kantor yang dilakukan ternyata ditemukan indikasi adanya transaksi yang mengandung unsur transfer pricing, maka lingkup pemeriksaanya ditingkatkan menjadi pemeriksaan lapangan, sedangkan apabila dalam pemeriksaan lapangan ditemukan indikasi unsur transfer pricing yang memerlukan pemeriksaan yang lebih mendalam serta waktu yang lebih lama, pemeriksaanya dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama dua tahun, akan tetapi jangka waktu dua tahun tersebut tidak berlaku apabila pemeriksaan yang dilaksanakan
berkenaan dengan surat pemberitahuan yang menyatakan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
*Sebenarnya seluruh pemeriksaan di lakukan dengan jenis pemeriksaan lapangan. Hanya beberapa pemeriksaan saja yang dilakukan dengan pemeriksaan kantor. contoh pemeriksaan kantor adalah pemeriksaan terhadap badan/perusahaan go public yang laporan keuangan nya WTP ( wajar tanpa pengucualian )
F. Jangka Waktu Pemeriksaan
       1. Pemeriksaan Menguji Kepatuhan
            - Pemeriksaan lapangan 4bln sjak SP2 trbit, dpt dprpanjang 8bln
            - Pmeriksaan kantor 3bln sjak SP2 trbit, dpt diperpanjang 6 bln
       2. Tujuan LAIN
             - Pemeriksaan lapangan 2bln sjak SP2 trbit, dpt dprpanjan 4bln
             - Pemeriksaan kantor 7hri sjk WP hrs dtg dpt dprpanjang 14 hari
           * jika ad indikasi transfer pricing plg lama 2thn
G. Kriteria Pemeriksaan
Ada dua Kriteria yaitu  rutin dan khusus
 H. Pedoman Pemeriksaan, Norma Pemeriksaan dan Pelaksanaan Pemeriksaan
      1. Pedoman Pemeriksaan
      Dalam melaksanakan pemeriksaan pajak, pemeriksa pajak harus mengetahui pedoman pelaksanaan pemeriksaan pajak yang meliputi tiga hal yaitu :
      a. Pedoman Umum Pemeriksaan Pajak
·         Petugas pemeriksa harus telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak.
·         Dalam menjalankan tugasnya, petugas pemeriksa juga harus bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengertian, sopan, dan objektif serta wajib menghindarkan diri dari perbuatan tercela.
·         Menggunakan keahlianya secara cermat dan seksama serta memberikan gambaran yang sesuai dengan keadaan sebenarnya tentang wajib pajak.
·         Menuangkan hasil pemeriksaan dalam kertas kerja pemeriksaan (KKP) sebagai bahan untuk menyusun laporan pemeriksaan pajak (LPP)
b. Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan
  • Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan pemeriksaan dan mendapat pengawasan yang seksama.
  •  Luas pemeriksaan ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh yang harus dikembangkan melalui pencocokan data pengamatan, tanya jawab, dan tindakan lain berkenaan dengan pemeriksaan.
  •  Pendapat dan kesimpulan pemeriksa pajak harus didasarkan pada temuan yang kuat dan berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

c. Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak
  • Laporan pemeriksaan pajak (LPP) disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup sesuai dengan tujuan pemeriksaan, kesimpulan pemeriksa pajak  yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan yang memuat pola pengungkapan informasi lain yang terkait.
  • LPP yang berkaitan dengan pengungkapan penyimpangan surat pemberitahuan harus memperhatikan kertas kerja pemeriksaan (KKP), antara lain mengenai berbagai factor perbandingan, nilai absolute dari penyimpangan, sifat dari penyimpangan, petunjuk atau temuan adanya penyimpangan, pengaruh penyimpangan dan hubungan adanya permasalahan lainya.
  • LPP harus didukung oleh daftar yang lengkap dan rinci sesuai dengan tujuan pemeriksaan.
I. Norma Pemeriksaan
1. Norma Pemeriksa Pajak
a.         Pemeriksaan dilaksanakan oleh petugas pemeriksa yang jelas identitasnya.
b.        Petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan, serta memperlihatkannya kepada Wajib Pajak yang diperiksa.
c.         Petugas pemeriksa harus menjelaskan tujuan dilakukannya pemeriksaan kepada Wajib Pajak.
d.        Pemeriksa pajak wajib membuat laporan pemeriksaan pajak (LPP).
e.         Pemeriksa pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada wajib pajak tentang hasil pemeriksaan yang berbeda dengan surat pemberitahuan untuk ditanggapi wajib pajak.
f.         Pemeriksa pajak wajib mengembalikan buku-buku, catatan-catatan dan dokumen pendukung lainya yang dipinjam dari wajib pajak paling lama tujuh hari sejak selesainya pemeriksaan.
g.        Pemeriksa pajak dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak mendapat informasi yang diberitahukan wajib pajak terhadap pemeriksa.
h.        Petugas pemeriksa harus melakukan pembinaan kepada Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  1. Norma Pemeriksaan berkaitan dengan Pelaksanaan Pemeriksaan
a.              Pemeriksaan dapat dilakukan oleh seorang atau beberapa orang pemeriksa.
b.             Pemeriksaan dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, atau di kantor wajib pajak, atau di kantor lainya, atau di tempat tinggal wajib pajak atau tempat lain yang ditentukan oleh Dirjen Pajak.
c.              Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila dipandang perlu dapat dilanjutkan di luar jam kerja.
d.             Hasil pemeriksaan dituangkan dalam kertas kerja pemeriksaan (KKP).
e.              Laporan pemeriksaan pajak disusun berdasarkan KKP
f.              Hasil pemeriksaan lapangan yang seluruhnya disetujui oleh wajib pajak atau kuasanya, dibuatkan surat pernyataan tentang persetujuan tersebut dan ditandatangani oleh wajib pajak yang bersangkutan atau kuasanya.
g.             Terhadap temuan sebagai hasil Pemeriksaan Lengkap yang tidak atau tidak seluruhnya disetujui oleh wajib pajak dilakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan dibuatkan Berita Acara hasil pemeriksaan.
h.             Berdasarkan LPP diterbitkan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak, kecualu pemeriksaan dilanjutkan dengan tindakan penyidkan.

  1. Norma Pemeriksaan Berkaitan dengan Wajib Pajak
a.              Wajib Pajak harus memberikan akses kepada petugas pemeriksa untuk mengakses dan/atau mengunduh data dari catatan, dokumen, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.
b.             Wajib Pajak yang diperiksa juga memiliki kewajiban memberikan kesempatan kepada pemeriksa untuk memasuki tempat atau ruangan yang merupakan tempat penyimpanan dokumen, uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan usaha Wajib Pajak dan melakukan peminjaman dan/atau pemeriksaan di tempat-tempat tersebut.
c.              Dalam hal petugas pemeriksa membutuhkan keterangan lain selain buku, catatan, dan dokumen lain, Wajib Pajak harus memberikan keterangan lain yang dapat berupa keterangan tertulis dan/atau keterangan lisan.
d.             Dalam hal pemeriksaan lapangan, wajib pajak berhak meminta kepada pemeriksa pajak untuk memperlihatkan surat perintah pemeriksaan dan tanda pengenal pemeriksa.
e.              Wajib pajak berhak meminta kepada pemeriksa pajak untuk memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan  pemeriksaan.
f.              Dalam hal pemeriksaan kantor, wajib pajak wajib memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan.
g.             Wajib pajak berhak meminta kepada pemeriksa pajak rincian yang berkenaan dengan hal-hal yang berberda antara hasil pemeriksaan dengan surat pemberitahuan.
h.             Wajib pajak atau kuasanya wajib menandatangani surat pernyataan persetujuan apabila seluruh hasil pemeriksaan disetujuinya.
i.               Dalam hal pemeriksaan lengkap, Wajib pajak atau kuasanya wajib menandatangani berita acara hasil pemeriksaan apabila hasil pemeriksaan tidak atau tidak seluruhnya disetujui.

J. Pelaksanaan Pemeriksaan
            Dalam pelaksanaan pemeriksaan, keputusan menteri keuangan no 100/PMK.03/2007 juga telah menetapkan adanya wewenang pemeriksa pajak baik pemeriksaan lapangan maupun pemeriksaan kantor. Wewenang tersebut adalah sebagai berikut :
                     1.       Wewenang Pemerisa Pajak dalam Melakukan Pemeriksaan Lapangan
  1. Memeriksa dan atau meminjam buku-buku, catatan dan dokumen-dokumen pendukung lainya termasuk keluaran atau media komputer dan perangkat elektronik pengelola data lainya.
  2. Meminta keterangan lisan dan atau tertulis dari wajib pajak yang diperiksa.
  3. Memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat menyimpan dokumen, uang, barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan usaha wajib pajak dan atau tempat-tempat lain yang dianggap penting serta melakukan pemeriksaan di tempat-tempat tersebut.
  4. Apabila wajib pajak tidak menginjinkanya, maka pemeriksa berhak melakukan penyegelan terhadap hal-hal di atas.
  5.  Melakukan penyegelan tempat atau ruangan apabila Wajib pajak atau wakil atau kuasanya tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan dimaksud atau tidak ada di tempat pada saat pemeriksaan dilakukan.
  6. Meminta keterangan dan atau darta yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa
  1. Wewenang Pemeriksa Pajak Dalam Melakukan Pemeriksaan Kantor
a.       Memeriksa dan atau meminjam buku-buku dan catatan-catatab wajib pajak.
b.      Meminta keterangan lisan dan atau tertulis dari wajib pajak yang diperiksa.
c.       Meminta keterangan dan atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang
d.      Mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa.
Pemeriksaan merupakan tahap sebelum proses penyidikan. Apabila di dalam pemeriksaan didapatkan kejanggalan-kejanggalan maka akan ditindaklanjuti dengan proses penyidikan.

II. Penyidikan Pajak
       A. Pengertian
Menurut undang-undang no 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara
Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang no 28 Tahun 2007, pengertian penyidikan adalah sebagai berikut :
 “Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya”.

      B. Tujuan Penyidikan
Berdasarkan pengertuan di atas sangat jelas dapat kita simpulkan bahwa tujuan utama dari dilakukanya proses penyidikan adalah untuk menemukan tersangka yang melakukan tindak pidana dalam perpajakan. Dengan dilakukanya penyidikan, barang bukti untuk menemukan tersangka diharapkan dapat ditemukan untuk kemudian segera menjadi dasar dalam menetapkan tersangka
 C. Pihak yang Melakukan Penyidikan
Dalam Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, pihak yang berwenang untuk melakukan proses penyidikan adalah  Pejabat pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan. Wewenang tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas.
2.      Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan.
3.      Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan   
sehubungan dengan tindak pidana dibidang perpajakan.
4.      Memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana
di bidang perpajakan.
5.      Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
6.      Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan;
7.      Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau
tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;
8.      Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang
Perpajakan.
9.      Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi.
10.  Menghentikan penyidikan;dan/atau melakukan tindakan lain yang perlu untuk
kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
            Dalam melaksanakan proses penyidikan, penyidik memeberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-Undang Hukum Acara Pidana. Apabila diperlukan, penyidik juga dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain demi kelancaran proses penyidikan.
      D. Ketentuan Pidana
Ketentuan Pidana dimaksudkan agar dalam proses penyidikan terdapat kepastisan hukum yang jelas. Ketentuan pidana tersebut, sesuai dengan pasal 41B Undang-Undang no 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang no 28 Tahun 2007, pengertian penyidikan bebunyi sebagai berikut :
“Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak
 pidana di bidang perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).”

Sementara itu, apabila tindak pidana di bidang perpajakan dilakukan oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak (dalam hal ini melakukan korupsi), maka pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang terbukti melakukan tindak korupsi tersebut akan diproses sesuai dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
E. Penghentian Pelaksanaan Penyidikan
Sesuai dengan Pasal 44 Undang-Undang no 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, wewenang untuk menghentikan proses penyidikan dimilki oleh Menteri Keuangan. Apabila Wajib Pajak telah melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar empat kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan, maka Menteri Keuangan dapat meminta Jaksa Agung untuk segera menghentikan penyidikan. Selanjutnya, Jaksa Agung dapat melakukan pengehentian penyidikan sesuai dengan yang diminta oleh menteri keuangan paling lama enam bulan setelah Menteri Keuangan menyampaikan surat permintaanya.Pengetahuan tentang sanksi dalam perpajakan menjadi penting karena pemerintah lndonesia memilih menerapkan self assessment system dalam rangka  pelaksanaan pemungutan pajak. Berdasarkan sistem ini, Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri. Untuk dapat menjalankannya dengan baik, maka setiap Wajib Pajak memerlukan pengetahuan pajak, baik dari segi peraturan maupun teknis administrasinya. Agar pelaksanaannya dapat tertib dan sesuai dengan target yang diharapkan, pemerintah telah menyiapkan rambu-rambu yang diatur dalam UU Perpajakan yang berlaku.
Dari sudut pandang yuridis, pajak memang mengandung unsur pemaksaan. Artinya, jika kewaiiban perpajakan tidak dilaksanakan, maka ada konsekuensi hukum yang bisa terjadi. Konsekuensi hukum tersebut adalah pengenaan sanksi-sanksi perpajakan.
Pada hakikatnya, pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk menciptakan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Itulah sebabnya, penting bagi Wajib pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan. Untuk dapat memberikan gambaran mengenai hal-hal apa saja yang perlu dihindari agar tidak dikenai sanksi perpajakan, di bawah ini akan diuraikan tentang jenis-jenis sanksi perpajakan dan perihal pengenaannya.
Ada 2 macam Sanksi perpajakan,
1.   Sanksi Administrasi yang terdiri dari:
a.   Sanksi Adrninistrasi Berupa Denda
Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU perpajakan. Terkait besarannya denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu, persentase dari     jumlah tertentu, atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu.
Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda ini akan ditambah dengan sanksi pidana. Pelanggaran yang juga dikenai sanksi pidana ini adalah pelanggaran yang sifatnya alpa atau disengaja. Untuk mengetahui lebih laniut, dalam tabel 1 dimuat hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi administrasi berupa denda, bentuk pengenaan denda, dan besarnya denda.
 b. Sanksi Aministrasi Berupa Bunga
Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung berdasarkan persentase tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima dibayarkan.
Terdapat beberapa perbedaan dalam menghitung bunga utang biasa dengan bunga utang paiak. Penghitungan bunga utang pada umumnya menerapkan bunga majemuk (bunga berbunga). Sementara, sanksi bunga dalam ketentuan pajak tidak dihitung berdasarkan bunga majemuk.
Besarnya bunga akan dihitung secara tetap dari pokok pajak yang tidak/kurang dibayar. Tetapi, dalam hal Waiib Paiak hanya membayar sebagian atau tidak membayar sanksi bunga yang terdapat dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan, maka sanksi bunga tersebut dapat ditagih kembali dengan disertai bunga lagi
Perbedaan lainnya dengan bunga utang pada umumnya adalah sanksi bunga dalam ketentuan perpajakan pada dasarnya dihitung 1 (satu) bulan penuh. Dengan kata lain, bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh atau tidak dihitung secara harian. Untuk mengetahui lebih ielas
mengenai hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi bunga dan penghitungan besarnya bunga dalam pajak
c.   Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan
Jika melihat bentuknya, bisa jadi sanksi administrasi berupa kenaikan adalah sanksi yang paling ditakuti oleh wajib Pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda. Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak kurang dibayar.
Jika dilihat dari penyebabnya, sanksi kenaikan biasanya dikenakan karena Wajib Pajak tidak memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam menghitung jumlah pajak terutang. Untuk lebih jelasnya, hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi berupa kenaikan dan besarnya kenaikan dapat dilihat dalam.
2.   Sanksi Pidana
Kita sering mendengar isilah sanksi pidana dalam peradilan umum. Dalam perpajakan pun dikenai adanya sanksi pidana. UU KUP menyatakan bahwa pada dasarnya, pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Namun, pemerintah masih memberikan keringanan dalam pemberlakuan sanksi pidana dalam pajak, yaitu bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali melanggar ketentuan Pasal 38 UU KUB tidak dikenai sanksi pidana, tetapi dikenai sanksi administrasi. Pelanggaran Pasal 38 UU KUP adalah tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak pelanggaran dan tindak kejahatan. Sehubungan dengan itu, di bidang perpajakan, tindak pelanggaran disebut dengan kealpaan, yaitu tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Sedangkan tindak kejahatan adalah tindakan dengan sengaja tidak mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Meski dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terlampaui.Jangka waktu ini dihitung sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak, atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan. Penetapan jangka waktu 10 (sepuluh) tahun ini disesuaikan dengan daluarsa penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan yang dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak yang terutang, yaitu selama 10 (sepuluh) tahun.
Dalam UU Perpajakan Indonesia, ketentuan mengenai sanksi pidana pada intinya diatur dalam Bab VIII UU KUP sebagai hukum pajak format. Namun, dalam UU Perpajakan lainnya, dapat juga diatur sanksi pidana. Sanksi pidana biasanya disertai dengan sanksi administrasi berupa denda, walaupun tidak selalu ada. Hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi pidana dan bentuk sanksinya dapat juga dilihat pada tabel 1


Sanksi Denda
 Denda Pasal 7 ayat 1 Sanksi denda diberikan karena Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu  perpanjangan waktu penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4).

 Denda Rp 500.000,00 untuk SPT Masa PPN
 Denda Rp 100.000,00 untuk SPT Masa lainnya
 Denda Rp 1.000.000,00 untuk SPT Tahunan PPh Badan
 Denda Rp 100.000,00 untuk SPT Tahunan PPh O.P

Denda Pasal 14 (4) Terhadap Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagaimana pada ayat (1) huruf d, huruf e, atau huruf f masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi denda sebesar
 
2% dari Dasar Pengenaan Pajak.
Denda Pasal 25 (9) Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah  pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Denda Pasal 25 (10) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak dikenakan. 2.

Sanksi Bunga
Bunga Pasal 8 (2) Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat  penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan  bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Bunga Pasal 8 (2a) Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Bunga Pasal 9 (2a) Pembayaran atau penyetoran pajak terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) {untuk suatu saat atau Masa Pajak yang masing-masing jenis pajak}, yang dilakukan setelah jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Bunga Pasal 9 (2b) Pembayaran atau penyetoran pajak terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) {kekurangan pembayaran pajak terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh}, yang dilakukan setelah jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan, dikenai sanksi bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung mulai berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Bunga Pasal 13 (2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB sebagaimana dimaksud  pada ayat (1) huruf a dan huruf e. Dikenai sanksi bunga sebesar 2% per bulan yang dicantumkan 
dalam SKPKB paling lama 24 bulan, dihitung sejak saat terutangnya  pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB. Dalam hal pengusaha tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, selain harus menyetor pajak yang terutang, pengusaha tersebut juga dikenai sanksi bunga sebesar 2% per bulan dari pajak yang kurang dibayar dihitung sejak berakhirnya Masa Pajak untuk paling lama 24 bulan.
Bunga Pasal 13 (5) Walaupun jangka waktu 5 tahun sebagaimana pada ayat (1) telah lewat, SKPKB tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% dari jumlah  pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila W.P. setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Bunga Pasal 14 (3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak (STP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b ditambah dengan sanksi bunga 2% per bulan untuk paling lama 24 bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya STP.

Bunga Pasal 14 (5) Terhadap PKP sebagaimana pada ayat (1) huruf g dikenai sanksi administrasi berupa  bunga 2% per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal  penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP) samapai tanggal penerbitan STP, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Bunga Pasal 15 (4) Apabila jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara  berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Bunga Pasal 19 (1) Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)  bulan.

Bunga Pasal 19 (2) Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak  juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari  jumlah pajak yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)  bulan.

Bunga Pasal 19 (3) Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan dan ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, dikenai bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung dari saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dan huruf c sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut dan bagian dari bulan dihitung  penuh 1 (satu) bulan. 3.

Sanksi Kenaikan
Kenaikan Pasal 8 (5) Atas kekurangan pajak sebagai akibat adanya pengungkapan sebagaimana dimaksud  pada ayat (4) dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% dari pajak yang kurang dibayar, dan harus dilunasi oleh WP sebelum laporan pengungkapan tersendiri disampaikan. Namun, pemeriksaan tetap dilaksanakan.

Kenaikan Pasal 13 (3) Ayat ini mengatur sanksi administrasi dair surat ketetapan pajak (skp) karena melanggar kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d. Sanksi administrasi berupa kenaikan suatu jumlah proporsional yang harus ditambahkan pada pokok pajak yang kurang dibayar di skp. Besarnya sanksi kenaikan berbeda-beda mnurut jenis pajaknya, yaitu:
Kenaikan
50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun pajak.
Kenaikan 100% dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor.

Kenaikan 100% dari PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar.
Kenaikan Pasal 13A WP yang karena kealpaan tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar, atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak  benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh WP dan WP tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi kenaikan sebesar 200% dari jumlah pajak yang kurang bayar yang ditetapkan melalui SKPKB.

Kenaikan Pasal 15 (2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari  jumlah kekurangan pajak tersebut.

Kenaikan Pasal 17C (5) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah kekurangan  pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus  persen) dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.

Kenaikan Pasal 17D (5) Jika berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah pajak yang kurang dibayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen)

No comments:

Post a Comment