Wednesday, 29 February 2012

PPH : KONSEP DASAR


Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadp subjek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.

Subjek Pajak
Yang menjadi Subjek Pajak adalah :
1.     Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.
2.     Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak, kewajiban pajak subjektif warisan yang belum terbagi tersebut dan berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagi.
3.     Badan. Adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer.
4.     Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Subjek Pajak dalam negeri

  • Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau Orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
  • Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesi
  • Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan.

Subjek Pajak Luar Negeri

·        Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
·        Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh Penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.


Perbedaan WP dalam negeri dan WP luar negeri :
·        WP dalam negeri dikenakan pajak atas Penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenakan pajak hanya atas Penghasilan yang berasal dari sumber Penghasilan di Indonesia.
·        Wajib Pajak dalam negeri dikenakan pajak berdasarkan Penghasilan neto dengan tariff umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenakan pajak berdasarkan Penghasilan bruto dengan tariff pajak sepadan.
·        Wajib Pajak dalam negeri menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunam  sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan WP luar negeri tidak wajib mentampaikan SPT tahunan, karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.

Pengecualian Subjek Pajak
·        Badan perwakilan Negara asing
·        Pejabat-pejabat perwakilan diplomatil dan konsulat atau pejabat-pejabat lain
·        Organisasi internasional
·        Pejabat perwakilan internasional

Objek Pajak Penghasilan yaitu tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dan luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :
·        Gaji, upah, tunjangan honorarium, komisi, bonus, gratifikasi.
·        Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, penghargaan.
·        Laba Usaha
·        Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.
·        Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan,
·        Deviden
·        Royalty
·        Sewa dan penghasilan
·        penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
·        Keuntungan karena pembebasan utang
·        Keuntungan karena selisih kurs mata asing
·        Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
·        Premi asuransi

Pengecualian Objek Pajak :
·        Bantuan sumbangan, hibahan
·        Warisan
·        Pembayaran dari perusahaan asuransi
·        Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun.

Penentuan Penghasilan Kena Pajak :
·        Biaya yang dapat dikurangkan
·        Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
·        Penyusutan atau pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi aktiva tidak berwujud.
·        Iuran kepada dana pensiun (disahkan Menkeu)
·        Kerugian karena penjualan
·        Kerugian dari selisih kurs mata uang asing
·        Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan
·        Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan
·        Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih

Biaya yang tidak dapat dikurangkan :
·        Pembagian laba, deviden
·        Biaya untuk pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.
·        Pembentukan atau pemupukan dana cadangan
·        Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi.
·        Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan
·        Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham
·        Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan, dan warisan, kecuali zakat
·        Pajak penghasilan
·        Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer
·        Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda
Penyusutan, Amortisasi
·        Untuk pengeluaran yang memberikan manfaat lebih dari satu tahun tidak boleh dibebankan sekaligus, tapi harus dikapitalisasi dan dibebankan melalui penyutan dan amortisasi.
·        Penyusuyan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna
·        Metode penyusutan
·        yang diperbolehkan berdasarkan ketentuan ini adalah :
·        Dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut (metode garis lurus atau straight-line method)
·        Dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku (metode saldo menurun  atau declining balance method)

Kelompok Harta Berwujud
Masa Manfaat
Tarif Penyusutan
Garis Lurus
Saldo Menurun
Bukan Bangunan
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4

Bangunan
Permanen
Tidak Permanen


4 tahun
8 tahun
16 tahun
20 tahun


20 tahun
10 tahun

25%
12,5%
6,25%
5%


5%
10%

50%
25%
12,5%
10%


Kelompok Harta Tak Berwujud
Masa Manfaat
Tarif Penyusutan
Garis Lurus
Saldo Menurun


25%
12,5%
6,25%
50%
25%
12,5%
10%

KUP : PERUBAHAN

ppt pajak

1.Subjek & Objek Pajak

- Bentuk Usaha Tetap
- Royalti
- Pengalihan Hak di Bidang Pertambangan
- Penghasilan dari Usaha Berbasis Syariah
- Keuntungan Selisih Kurs
- Bunga Obligasi yang Diterima Reksadana

Pengertian BUT
Usulan Perubahan :
     Tambahan Pengertian BUT Meliputi :
     * Gudang.
     * Media elektronik untuk usaha melalui internet.
     * Wilayah kerja pertambangan migas.
Alasan Perubahan :
     * Memperluas hak pemajakan dengan menegaskan gudang yang dimiliki WP luar negeri,
       dan wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi sebagai BUT.
     * Untuk menampung / mengantisipasi perkembangan perdagangan secara on-line
       (e-commerce).
    *  Menyelaraskan dengan UU No.22 Tahun 2001 tentang Migas yang menganut ring
       fencing policy.
Penegasan Pengertian Royalti
Ketentuan Sekarang :
    - Belum mencakup pembayaran atas hak siar, penggunaan bandwith, dan hak
      lain-lain.
Usulan Perubahan :
    - Penegasan dalam penjelasan untuk mencakup pembayaran atas hak siar, penggunaan
      bandwith, hak lain sebagai royalty.
Alasan Perubahan :
   - Untuk memberikan dasar hukum yang lebih kuat dalam hal pengenaan PPh
     Pasal 26 atas berbagai jenis pembayaran royalty yang selama ini belum secara
     tegas diatur.
Pengalihan Hak di Bidang Pertambangan
Ketentuan Sekarang :
  - Belum diatur secara tegas.
Usulan Perubahan :
  - Keuntungan dari penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan
    (Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 5).
Alasan Perubahan :
    Hak / Interest di Bidang Pertambangan adalah hak penambangan yang ketentuannya
    diatur sendiri.
   * Pengalihan hak tersebut kepada pihak lain dapat menyebabkan pemegang hak memperoleh
      keuntungan (capital gain).
   * Keuntungan tersebut termasuk dalam pengertian penghasilan yang merupakan objek
     pajak berdasarkan UU PPh.
Penghasilan dari Usaha Berbasis Syariah
Ketentuan Sekarang :
  - Belum diatur secara khusus.
Usulan Perubahan :
  - Penegasan tentang perlakuan PPh atas kegiatan usaha berbasis syariah
    diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Alasan Perubahan :
 - Perlakuan yang sama antara kegiatan usaha berbasis syariah seperti bank
   syariah dan lembaga keuangan syariah lain dengan kegiatan usaha dan bank serta
   lembaga keuangan konvensional.
Keuntungan /Kerugian Selisih Kurs
Ketentuan Sekarang :
- Diakui sesuai pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas.
Usulan Perubahan :
* Selisih kurs dari utang-piutang diakui pada saat realisasi.
* Selisih kurs dari kas, setara kas, persediaan valas, dan dari bukan utang-piutang
  diakui sesuai sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas.
Alasan Perubahan :
* Lebih mencerminkan penghasilan yang benar-benar diterima oleh WP.
* Menghindari pembebanan kerugian yang belum terealisasi (accrual basis).
* Untuk kesederhanaan dan kepraktisan, selisih kurs dari bukan utang-piutang
  diakui sesuai sistem pembukuan yang dianut.
Bunga Obligasi yang Diterima Reksadana
Ketentuan Sekarang :
- Pasal 4 ayat (3) huruf j: bunga obligasi yang diterima atau diperoleh
  perusahaan reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan
  atau pemberian ijin usaha dikecualikan sebagai objek PPh.
Usulan Perubahan :
- Ketentuan tersebut diatas dicabut.
Alasan Perubahan :
* Menyebabkan distorsi dan kompetisi yang kurang sehat di antara institusi
  keuangan.
*Tidak ada ketentuan mengenai pembatasan / kriteria investor yang dapat melakukan
  investasi di reksadana.
* Tujuan untuk menggairahkan investasi bagi investor kecil tidak mencapai sasaran.


2. Objek Pajak Pasal 4 Ayat (2)
* Transaksi Derivatif
Ketentuan Sekarang :
Tidak diatur secara khusus.
Usulan Perubahan :
Derivatif tertentu yang diperdagangkan di bursa dikenakan PPh Pasal 4 ayat
(2) final.
Alasan Perubahan :
Untuk kemudahan administrasi dan kesederhanaan.
* Surat Utang Negara (SUN)
Ketentuan Sekarang :
Tidak diatur secara khusus.
Usulan Perubahan :
Bunga SUN yang diperdagangkan di bursa dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) final.
Alasan Perubahan :
Perlakuan PPh atas bunga SUN disesuaikan dengan perlakuan atas bunga obligasi
yang sekarang berlaku.
* Dividen Diterima WP OP
Ketentuan Sekarang :
Mengikuti ketentuan umum (Tarif PPh Pasal 17, objek PPh Pasal 23).
Usulan Perubahan :
Dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) final sebesar 20% kecuali atas dividen sampai
dengan Rp 500.000,- (Pasal 4 ayat (2)).
Alasan Perubahan :
* Memberikan insentif keringanan PPh atas dividen.
* Kesederhanaan administrasi bagi WP dan DJP.
* Mendorong perusahaan agar mendistribusikan penghasilannya kepada para pemegang
  saham.
* Memberikan perlakuan yang sama sebagaimana telah diterapkan atas penghasilan
  berupa bunga deposito dan obligasi
.
3. Tidak Termasuk Objek Pajak
* Beasiswa Dikecualikan Sebagai Objek
Ketentuan Sekarang :
Merupakan objek pajak.
Usulan Perubahan :
Beasiswa dikecualikan sebagai Objek Pajak (syarat, dll diatur dengan KMK).
Alasan Perubahan :
Mendukung program pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
* Bagian Laba Unit Penyertaan
*KIK (Kontrak Investasi Kolektif)
Ketentuan Sekarang :
KIK Reksadana dipersamakan dengan CV hanya diatur dengan SE.
Usulan Perubahan :
Pasal 4 ayat (3) huruf l: bagian laba yang diterima atau diperoleh pemegang
unit penyertaan (Kontrak Investasi Kolektif (KIK) bukan merupakan objek pajak.
Alasan Perubahan :
Reksadana termasuk dalam pengertian badan yang perlakuan pajaknya dipersamakan
dengan firma atau kongsi, sehingga atas penghasilan yang diperolehnya dikenakan
pajak hanya pada tingkat badan.
* Surplus Bank Indonesia
Ketentuan Sekarang :
Merupakan Objek Pajak.
Usulan Perubahan :
Surplus Bank Indonesia selama jangka waktu 5 tahun sejak berlakunya ketentuan
ini dikecualikan sebagai objek PPh.
* Sisa Lebih Yayasan Pendidikan
Ketentuan Sekarang :
Diatur dengan keputusan Ditjen Pajak.
Usulan Perubahan :
Sisa lebih yang diperoleh yayasan atau badan nirlaba yang bergerak dalam
bidang pendidikan yang dipergunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana pendidikan
dalam jangka waktu 4 (empat) tahun dikecualikan sebagai Objek Pajak yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri Keuangan.
Alasan Perubahan :
Untuk mendukung program pemerintah dalam penyediaan sarana dan prasarana
pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan.


4. Pengurang Penghasilan Bruto
* Kerugian Selisih Kurs
Ketentuan Sekarang
:
Diakui sesuai pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas.
Usulan Perubahan :
* Selisih kurs dari utang-piutang diakui pada saat realisasi.
* Selisih kurs dari kas, setara kas, penyediaan valas, dan dari bukan utang-piutang
  diakui sesuai sistem pembukuan yang dianut dan harus dilakukan secara taat asas.
* Masa peralihan hanya diberikan kepada bank untuk jangka waktu paling lama
  2 tahun.
 * Biaya di Bidang Pertambangan Migas dan Umum
Ketentuan Sekarang :
Jenis-jenis biaya tertentu diatur dalam Pasal-pasal yang sesuai.
Usulan Perubahan :
Cara pembebanannya diatur tersendiri dengan peraturan pemerintah.
Alasan Perubahan :
* Bidang pertambangan migas dan pertambangan umum merupakan jenis usaha
  yang memiliki karakteristik khusus sehingga diperlukan pengaturan perpajakan
  yang khusus pula.
* Untuk fleksibilitas, pengaturannya dilakukan melalui Peraturan Pemerintah.
* Pemupukan Dana Cadangan
Usulan Perubahan :
Pembentukan cadangan diperluas meliputi : Cadangan Piutang Tak Tertagih
bagi Badan usaha lain yang menyalurkan kredit, perusahaan pembiayaan konsumen,
dan perusahaan anjak piutang.
Alasan Perubahan:
Memberikan perlakuan yang sama bagi badan usaha yang menyalurkan kredit.
* Biaya Beasiswa
Ketentuan Sekarang :
Beasiswa dapat dibebankan dengan memperhatikan kewajaran dan kepentingan
perusahaan (diberikan kepada pegawai).
Usulan Perubahan :
Beasiswa (misal : bagi pelajar dan mahasiswa), dengan memperhatikan kewajaran,
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Alasan Perubahan: Untuk mendukung
program pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

5. Norma Penghitungan Penghasilan Neto
Ketentuan Sekarang :
Batas peredaran usaha sebesar Rp 600 Juta.
Usulan Perubahan :
Dinaikkan menjadi Rp 1,2 Milyar.
Alasan Perubahan :
* Menyesuaikan dengan tingkat perekonomian saat ini.
* Diharapkan dengan peningkatan batas peredaran usaha, maka WP tidak menekan
  jumlah peredarannya sampai dengan Rp 600 Juta saja

6. Penghasilan Tidak Kena Pajak
Keterangan
Sekarang (Rp)
Usul Perubahan  (Rp)
WP
2.880.000,-
12.000.000,-
WP Kawin
1.440.000,-
1.200.000,-
Istri Bekerja
2.880.000,-
12.000.000,-
Tanggungan
1.440.000,-
1.200.000,-
Maksimum Tagungan
K/3
K/2
Maksimum
8.640.000,-
15.600.000,-
Alasan Perubahan :
* Kebutuhan hidup yang semakin meningkat.
* Menghapus PPh Ditanggung Pemerintah atas penghasilan pekerja (PP 47 thn 2003)
  dan PPh DTP Penghasilan PNS, Pejabat Negara dan ABRI (PP 45 thn 1994).
7. Tarif (Pasal 17)

* Tarif WP Orang Pribadi
Ketentuan Sekarang :
NO
Lapisan Penghasilan
Tarif
1
s.d. Rp 25.000.000,-
5%
2
Di atas Rp 25.000.000,- s.d. Rp 50.000.000,-
10%
3
Di atas Rp 50.000.000,- s.d. Rp 100.000.000,-
15%
4
Di atas Rp 100.000.000,- s.d. Rp 200.000.000,-
25%
5
Di atas Rp 200.000.000,-
35%
Usulan Perubahan :
NO
Lapisan Penghasilan
Tarif
1
s.d. Rp 25.000.000,-
5%
2
Di atas Rp 25.000.000,- s.d. Rp 50.000.000,-
10%
3
Di atas Rp 50.000.000,- s.d. Rp 100.000.000,-
15%
4
Di atas Rp 100.000.000,- s.d. Rp 200.000.000,-
25%
5
Di atas Rp 200.000.000,-
35%

Tarif tertinggi dalam jangka waktu
lima tahun diturunkan menjadi 30%.

Alasan Perubahan :
* Lebih sederhana namun masih mencerminkan
   keadilan.
* Lebih kompetitif dengan negara lain.
* Menyesuaikan dengan penurunan tarif PPh Badan.
* Tarif WP Badan
Ketentuan Sekarang :
No
Lapisan Penghasilan
Tarif
1
s.d. Rp 50.000.000,-
10%
2
Diatas Rp 50.000.000,- s.d. Rp 100.000.000,-
15%
3
Diatas Rp 100.000.000
35%
Usulan Perubahan :
* Single Rate 30%.
* Diturunkan menjadi 25% dalam jangka waktu 5 tahun.
Alasan Perubahan :
* Selaras dengan prinsip netralitas dalam pengenaan pajak
  atas WP badan.
* Secara bertahap meningkatkan daya saing dengan negara-negara lain dalam menarik
  investasi luar negeri.
* Tarif WP Badan Pengusaha Kecil
Usulan Perubahan :
Single Rate 10%.
Kriteria :
* Peredaran usaha sampai dengan Rp 1,2 milyar.
* Total aset sampai dengan Rp 600 juta.
Alasan Perubahan :
Dukungan kepada pengembangan usaha kecil.

8. Pajak Penghasilan Minimum
Usulan Perubahan :
WP tertentu yang PPh Pasal 17-nya lebih kecil
dari PPh Minimum wajib membayar PPh Minimum.
Alasan Perubahan :
* WP rugi atau membayar pajak kecil, namun kegiatan usahanya baik dan berkembang.
* WP tersebut telah menikmati fasilitas / sarana umum
  yang dibiayai dengan penerimaan pajak dari Wajib Pajak yang lain.
* Terhadap WP tersebut perlu diterapkan suatu jumlah PPh minimum yang harus
  dibayar setelah WP tersebut dalam jangka waktu tertentu (misal 5 tahun) melaporkan
  kerugian atau laba di bawah batas tertentu.
Kriteria :
* Wajib Pajak Badan tertentu.
* Setelah 5 (lima) tahun sejak berdiri.
* Aset digunakan sebagai dasar perhitungan, dengan tarif 1,8 %.
* Rata-rata Peredaran Usaha selama lima tahun terakhir Rp 25 milyar.
* Rata-rata Total aset selama lima tahun terakhir Rp 10 milyar.
* Negara Lain :
Philipina
* 2% dari Penghasilan Bruto.
* Dimulai pada tahun ke-4 sejak perusahaan mulai beroperasi.
Korea Selatan:
* 15% (WP Badan) atau 12% (menengah dan kecil) dari penghasilan kena
  pajak sebelum pengurangan dan pengecualian.
* Perusahaan tertentu yang bergerak dalam bidang ekspor dikecualikan.

9. Pemotongan / Pemungutan
Tarif Pemotongan/Pemungutan
Usulan Perubahan :
Pembedaan tarif pemotongan / pemungutan
* Tarif bagi WP ber-NPWP.
* Tarif bagi WP tidak ber-NPWP.
Alasan Perubahan :
* Tarif lebih tinggi bagi WP yang tidak ber-NPWP untuk mendorong WP tersebut
  mendaftar dan memperoleh NPWP.
* PPh Pasal 21
Usulan Perubahan :
* SPT Tahunan PPh Pasal 21 ditiadakan.
* SPT Masa Desember pengganti SPT Tahunan.
Alasan Perubahan :
* Memberikan kemudahan administrasi WP pemotong PPh Pasal 21.

* PPh Pasal 22
Usulan Perubahan :
* WP yang membeli barang tergolong mewah dipungut PPh Pasal 22 sebagai
  pembayaran PPh tahun berjalan.
Alasan Perubahan :
* Mencerminkan potensi kemampuan ekonomis (penghasilan) yang sangat besar
  yang pajaknya kemungkinan belum sepenuhnya dibayar.
* PPh Pasal 23
Usulan Perubahan :
* Saat terutang : saat pembayaran dan jatuh tempo.
* Badan usaha yang menyalurkan kredit yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
  tidak dipotong PPh Pasal 23.
Alasan Perubahan :
* Objek PPh Pasal 23 yang baru dibukukan (accrued) belum terutang PPh Pasal
   23 karena biaya tersebut belum wajib dibayar.
* Pengecualian dari pemotongan diberikan juga kepada WP yang menyalurkan kredit
   untuk memberikan perlakuan yang sama antara WP tersebut dengan Bank.
* PPh Pasal 26
Ketentuan Sekarang :
* Premi swap dipersamakan dengan bunga.
* Pasal 26 ayat (2) : penjualan atas harta di Indonesia oleh WP Luar Negeri.
Usulan Perubahan :
* Premi SWAP sebagai objek PPh Pasal 26 dengan kelompok tersendiri (Pasal
  26 (1) huruf g).
* Pasal 26 ayat (2) : penjualan atau bentuk pengalihan lain harta di Indonesia
  oleh WP Luar Negeri.
* Penghasilan dari pengalihan saham conduit / dummy company yang didirikan atau
  berkedudukan di negara tax haven country, yang memiliki hubungan istimewa dengan
  badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap
  di Indonesia, yang diperoleh Wajib Pajak luar negeri dipotong PPh Pasal 26 (Pasal
  26 ayat (2a)).

10. Angsuran Pajak Tahun Berjalan
* PPh Pasal 25
- WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.
Ketentuan Sekarang :
Ketentuan Pasal 25 ayat (7) huruf c hanya berlaku bagi WP OPPT yang memiliki
gerai (outlet) lebih dari satu.
Usulan Perubahan :
Setiap gerai (outlet) usaha dari WP OP pengusaha tertentu wajib PPh Pasal
25 untuk masing-masing gerai (Penjelasan Pasal 25 ayat (7) huruf c).
Alasan Perubahan :
Menghindari kesulitan pengenaan pajak atas OP OPPT yang sering berpindah
lokasi usaha.
* PPh Pasal 25 WP Masuk Bursa
Ketentuan Sekarang :
Perusahaan masuk bursa dan perusahaan yang diwajibkan membuat laporan keuangan
berkala tidak diatur khusus.
Usulan Perubahan :
Penghitungan PPh Pasal 25 mengikuti laporan triwulanannya (Pasal 25 ayat
(7) huruf b).
Alasan Perubahan :
Pembayaran PPh Pasal 25 dapar lebih mencerminkan keadaan yang sebenarnya.

* PPh Pasal 29
Ketentuan Sekarang :
Dilunasi selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun pajak
berakhir, selambat-lambatnya sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan.
Usulan Perubahan :
Dilunasi sebelum SPT Tahunan disampaikan dan selambat-lambatnya sebelum
batas waktu penyampaian SPT Tahunan.
Alasan Perubahan :
* Menyesuaikan dengan pembedaan batas akhir pemasukan SPT PPh Badan dan SPT
  PPh OP.
* Dengan berubahnya periode tahun anggaran dari periode 1 April - 31 Maret menjadi
  1 Januari - 31 Desember, batas waktu pelunasan tanggal 25 tidak lagi relevan.
11. Ketentuan Pencegahan Penghindaran Pajak

1. Direktur Jenderal Pajak berwenang menetapkan
    Wajib Pajak yang sebenarnya melakukan penjualan atau pembelian saham atau aktiva
    perusahaan melalui pihak lain (special purpose company) yang mempunyai hubungan
    istimewa atau terdapat ketidakwajaran, sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
   (Pasal 18 (3b)).
2. Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan transaksi pengalihan saham
    perusahaan antara (conduit / dummy company) yang didirikan atau berkedudukan
    di negara yang memberikan perlindungan pajak (tax haven country) yang mempunyai
    hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia
   atau bentuk usaha tetap di Indonesia, sebagai penjualan atau pengalihan saham
   badan yang berkedudukan di Indonesia (Pasal 26 (3c)).
3. Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan
    Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri dari pemberi kerja yang memiliki hubungan
    istimewa dengan perusahaan lain dalam hal pemberi kerja mengalihkan seluruh
    atau sebagian penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut ke dalam bentuk
    biaya atau pengeluaran lainnya (Pasal 18 (3d)).